Senin, 05 Oktober 2020

REVIEW KELAS BERBENAH SADIS PART 6

 


“Bunda..dimana buku Bahasa arabku?“ Teriak si sulung."Lho kan di rak lemari meja belajar biasanya kan nduk.”jawabku.

“Nggak ada bund….”pungkasnya

Suatu pagi, teriakan si sulung membuyarkan aktivitas beberes saya di dapur. Akhirnya saya pun ikut mencari itu buku. Hem….Dia yakin tidak ketinggalan disekolah. Kami mencari di ke empat rak buku di rumah kami. Dan akhirnya setelah mencari lagi, ...aha ketemulah diatas tumpukan buku yang sudah tidak dipakai lagi. Lho…..kok bisa disitu, padahal tumpukan buku itu untuk buku lama yang sudah tidak dipakai, Tanya saya. Kakakpun menggeleng kepala bingung mau jawab apa.

Kalau ingat peristiwa ini jadinya merasa bersalah. Kenapa saya masih saja membiarkan tumpukan buku tak terpakai di rumah. Eman dibuang adalah alasan utama saya. Kawatir kalau nanti masih dibutuhkan oleh si adik. Padahal kurikulum itu kan tidak selalu sama ya. Selain itu kalau mau memberikan juga bingung mau memberikan kesiapa. Sudah Tanya sana-sini tapi masih nihil informasi karena buku-buku yang ditumpuk itu adalah buku pelajaran.

Buku adalah salah satu kategori yang harus diberesin dalam kelas ini. Wuih….padahal dari dulu kami berdua selalu berprinsip bahwa buku adalah salah satu harta berharga kami, makanya banyaknya buku dirumah kami tak membuat kami merasa keberatan. Beda dengan barang lain. Alhasil termasuk paling berat untuk melepas buku ini. Kalau buku pelajaran si kakak yang sudah tidak terpakai sih tidak masalah, tapi buku-buku kami yang lain yang masih susah menego hati kami.

Tapi kembali sang mentor mengingatkan, apakah benar banyaknya buku dirumah kami dibaca semua? Ah sobat sekalian kalau diberi pertanyaan ini kami tidak mampu menjawab. Karena ternyata betapa banyak buku dirumah lama tidak terbaca. Tidak terbaca alasannya macam-macam, ada yang karena sudah dibaca dan malas mengulang, adapula buku asal beli padahal tidak sesuai passion.  Buku kami semakin banyak ketika kami masing-masing ketika menikah membawa harta benda ini dari kos kami masing-masing. termasuk kertas –kertas yang entah antara kami malas membuang dan malas memilah.

 Yang lebih mengagetkan adalah masih ada buku yang terpacking plastik ini. Jumlanya tidak 1-2 kadang ada sepuluhan buku. Lho mau bagaimana wong kami terutama suami hobi banget beli buku. Beli banyak alasan utama mumpung ada expo dan mumpung diskonnya besar. Gusti, apakah ini nanti tak memberatkan pertanggungjawaban kami diakhirat. Padahal sekarang buku jarang terjamah, karena senang membaca yang di medsos daripada buku, karena lebih cepat, lebih mudah dan tidak harus bawa-bawa buku kemana-mana.

Akhirnya meskipun berat, karena buku yang jumlahnya ribuan ini adalah harta benda kesayangan kami. Tapi karena kawatir pertanggungjawaban di akhirat kelak, maka akhirnya menjadi sasaran berbenah kami. Bukan hanya di rapikan, tapi juga di sortir habis-habisan. Kemana larinya buku yang tidak dipakai…..alhamdulillah setelah nihil mencari informasi, akhirnya malah ada saudara yang mau menampung buku-buku yang tidak dipakai itu  Ya Rabb ringankan hisab kami karena harta buku ini.

DARING OH DARING

 





Sobat sekalian pernahkah bertanya kepada anak-anak gimana rasanya belajar dengan model Pembelajaran Jarak Jauh atau yang lebih kita kenal daring ini? seneng, sedih atau bagaimana? Atau malah tidak bisa mengungkapkan karena rasanya yang nano-nano.

Yup, kalau ditanya ke anaknya bahkan pula ke orangtua. Sebagian besar pasti menjawab belajar secara klasikal di ruang kelas yang nyata lebih nyaman, bersemangat dan lebih mudah daripada belajar model daring yang dilakukan secara mandiri dengan Belajar Dari Rumah (BDR). Bagaimana tidak sulit, kalau belajar dari rumah, maka bisa dipastikan  anak-anak akan terkurangi interaksi secara langsung dengan sang guru. Mereka lebih banyak belajar sendiri, latihan sendiri, dan memahami sendiri. Tak sedikit dari mereka yang merasa sangat kesusahan memahami materi apalagi kalau materinya tentang konsep suatu teori ataupun juga praktik.

Kalau ada penjelasan suara dan gambar masih bisa sedikit dinikmati dan dipahami langsung oleh siswa, atau terlebih lagi jika pembelajaran dengan interaksi dua arah seperti menggunakan fasilitas zoom atau google meet maka akan lebih mudah bertanya tentang apa yang sulit menurut mereka. Namun ternyata tak semua guru menggunakan fasilitas ini, sebagian dari mereka hanya menuliskan di Microsoft word kemudian di share. Dan yang lebih fatal, tanpa memberi penjelasan, tanpa pula memberi ringkasan langsung memberi tugas halaman sekian nomer sekian sampai sekian.

Dueng! Ah masak iya siswa disuruh memahami sendiri semua mapel tanpa pendampingan yang masif dan intensif dari guru. Kadang guru kurang memahami, bahwa betapa anak-anak mengalami kesulitan yang luarbiasa tentang pembelajaran model daring ini.  Jadinya kadang siswa merasa sudah disuruh memahami sendiri pelajarannya, minim penjelasan, eh ujung-ujungnya langsung disuruh mengerjakan tugas atau ulangan dengan batas waktu yang sempit pula.

Tentu tak hanya siswa yang mumet alias bingung, orangtua yang mendampingi pun juga bingung.  Yang bisa mendampingi full di rumah saja bingung, Apalagi orangtua yang bekerja dan tak mampu menjelaskan semua mapel (mata pelajaran) ke anak mereka secara maksimal. Akhirnya kadang hanya mengandalkan sumber informasi dari yang tersebar di media sosial dan lain sebagainya. Sehingga keshohihan materi yang runtut seperti konsep yang diinginkan oleh materi dan kurikulumnya kadang melenceng dari jalurnya.

Nah bagaimana anak-anak bisa menguasai ilmu pengetahuan secara maksimal jika pembelajaran jarak jauh sepertinya masih kurang maksimal ini. Mau tanya mbah google pun juga sumber dan referensinya kadang tidak jelas. Dan memang sebaiknya  tidak mengambil mentah-mentah semua informasi yang ada di sana, karena berbahaya sekali untuk masa depan SDM negeri ini. Belum lagi isu hoax yang begitu merebak dimana-mana.

Melihat alasan itu semua, tentu daring ini ada plus minusnya. Namun kita menyadari saat ini daring masih jadi pilihan terbaik untuk belajar,  dengan tujuan untuk menghindari penyebaran virus yang semakin luas. Dan ini dibutuhkan kesabaran ekstra semua pihak. Untuk mengurangi kebosanan yang luar biasa maka  guru harus semakin kreatif agar daring tak garing. dan kita semua berdoa semoga pandemi segera berakhir, agar anak-anak bisa segera menikmati belajar normal di ruang kelas nyata seperti sedia kala.

Minggu, 04 Oktober 2020

NGECAMP DI DLUNDUNG SAAT ERA PANDEMI

                                                                        doc.pribadi

Pandemi yang memberi dampak ke semua lini, berdampak cukup tajam pada kehidupan ekonomi. Termasuk didalamnya adalah sektor wisata, yang seharusnya banyak memberi pemasukan pada negara namun kini hampir collaps dan bahkan adapula yang sudah mati tak bernyawa. Oleh karenanya sektor wisata dengan segala kekreatifannya harus segera bangkit memulihkan dirinya. Agar segera ada pemasukan minimal untuk biaya perawatan. Karena jelas sektor ini pasti membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk perawatan dan segala kebutuhan lainnya. Termasuk tempat wisata di daerah lereng gunung Welirang ini yaitu Dlundung.

Dlundung sebagai salah satu destinasi wisata di Mojokerto , Jawa Timur tidak hanya terkenal dengan air terjunnya yang sangat eksotis. Namun wana wisata Dlundung  juga menyuguhkan area camping atau camping ground dan wisata alam lainnya. Hal ini semakin memanjakan wisatawan yang ingin menikmati malamnya di area Dlundung.

Dlundung menjadi pilihan sebagai camping ground tentu tidak hanya cocok untuk anak-anak muda yang hoby nge-camp saja. Dlundung juga dipilih sebagai tempat camping ground, untuk sekolah atau kampus yang mengadakan program latsar organisasi pramuka atau lainnya seperti LDKS. Dan bahkan Dlundung juga bisa jadi pilihan camping untuk keluarga yang cukup aman dan ramah anak. Salah satunya adalah untuk keluarga kami.

Kamis, 20 Agustus lalu saat libur tanggal merah peringatan 1 muharram, setelah sekian lama “mengurung diri” di dalam rumah akhirnya kami memberanikan diri untuk ngecamp pertama kalinya di masa pandemi. Otomatis dengan banyak syarat protokol kesehatan. Sehari sebelum berangkat kami mencoba menghubungi penyewaan tenda disekitar area parkir Dlundung yang sudah menjadi langganan kami berkali-kali. Ah hasilnya nihil tidak tersambung. Mau tidak jadi berangkat kasihan anak-anak karena sudah kadung seneng. Tapi  kalau berangkat masih gambling pula, ya tendanya belum tentu ada , ya suasananya belum tentu aman, karena masa pandemi otomatis harus jadi pertimbangan matang kami jadi atau tidak tergantung ramai tidaknya disana.

Wes bismillah, kita berangkat dengan lengkap perbekalan. Kalau nanti disana aman, dan dapat tenda ya kita camping kalau tidak ya kita balik pulang. Jadi anak-anak sudah di sounding dulu sepanjang perjalanan. Karena juga kita belum tahu bagaimana kondisinya setelah pandemi ini. Ternyata, sesampai disana sekitar jam 14.30 setelah masuk pintu tiket seharga 20.000/orang, kami terkaget. Area yang biasa kami pakai kemah kini jadi tempat pelebaran tempat parkir karena saking melubernya kendaraan pengunjung.

Ya sudah semakin kami mantapkan soundingnya ke anak-anak, berarti siap pulang. Karena kita tidak tahu ini pengunjung air terjun atau yang kemah juga. Kalau kemah harusnya lebih sedikit karena hemat kami pastinya tidak ada institusi sekolah atau kampus yang mengadakan program camping di masa pandemi ini. kami tetap coba masuk area parkir. Kalau nanti ada tenda dan areanya memungkinkan kita kemah, namun jika tidak maka kita pulang. Dan ternyata setelah menanyakan kepada persewaan tenda langganan kami, masih banyak sisa  tenda yang spotnya cocok untuk keluarga.

Akhirnya kamipun turun dari mobil menuju tenda dimana kami akan camping. Dan benar saja area sekitar tenda kami masih banyak yang kosong. Hanya beberapa keluarga yang sudah lebih dahulu datang.  Kami memilih area yang landai karena membaca pasukan yang masih bayi pula. Sedang yang berbukit atau yang lebih menantang biasa dipilih para camper muda yang terbiasa berpetualang, dan itu cukup jauh dari kami tapi masih area Wisata Air Terjun Dlundung.


                                                                        doc.pribadi  

Senja semakin mendekati waktu maghrib, ketika kami menikmati angin sepoi diantara hutan pinus, yang menambah dinginnya suasana sore itu. Ternyata tanpa kami sadari kendaraan yang di area parkir berangsur habis bahkan yang tadi jumlahnya mungkin hampir seratusan kini cuma tinggal sepuluh saja. Berarti benar bayangan kami tadi, para wisatawan ini datang untuk menikmati air terjun saja. Malam semakin dingin, suasana semakin sepi. Warung-warung di sekitar area camp kamipun juga sudah mulai tutup. Di spot kami kemah hanya ada 6 tenda yang di huni, sisanya didepan tenda kami 2 tenda kosong. Sedangkan spot lain yang lebih menantang letaknya jauh dari kami. Hampir di setiap spot sudah tersedia fasilitas MCK nya. Termasuk di spot kami.

Warung yang tutup tak masalah buat kami, karena sejak awal untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka kami bawa makanan sendiri.  Tapi kami lupa bahwa disana udara sangat dingin sekali, makanan yang kami bawa yang tadinya hangat disana semua menjadi dingin. Dan kamipun tidak membawa kompor portable untuk menghangatkan. Alhasil kamipun tetap memakannya meskipun terasa dingin. Kami hanya menghangatkan diri dengan api unggun yang kayu bakarnya kami beli dari warug sekitar.

                                                                        doc.pribadi

Malam semakin dingin berikut angin yang lumayan kencang semakin membuat dinginnya malam itu. Para tetangga tenda juga membuat api unggun. Suasana malam tak terlalu sepi karena ada tetangga yang membawa sound music. Kami kira malam itu tidak akan bisa tidur karena terlalu dinginnya udara. Ternyata setelah masuk tenda, terasa cukup hangat karena kami tidur keruntelan berempat, sedang si kakak tidur sama saudara ditenda sebelah.

Alhamdulillah para bocah begitu sangat menikmati camping perdana kami di era pandemi ini. liburan yang terbilang murah-meriah ini memberi kesan yang sangat berarti buat mereka. Disana mereka tak hanya menikmati alam, namun bisa tilawah sembari mentadaburi alam, suguhan sang Pencipta. Kalau kondisi masih memungkinkan kami masih berharap bisa camping disana lagi. Namun sayangnya harus memilih tanggal hari libur yang bukan sabtu-ahad, karena kalau sabtu ahad biasanya sudah full booked itu tenda.  Yah, mungkin karena masyarakat sudah kepingin keluar “kandang” karena sudah pada bosan di rumah. Untuk kami tak mengapa jika harus menunggu tanggal merah selain sabtu ahad, karena kami memang lebih memilih saat tidak terlalu ramai, agar keamanan lebih terjaga, karena masih pandemi.


Sabtu, 03 Oktober 2020

SAJAK 10 TAHUN KEBERSAMAAN

 


 

10 tahun kebersamaan

Datanglah seorang laki-laki sholih

Yang tak pernah kukenal sebelumnya bahkan saat itu

Hadir dengan tekad yang kuat dan mantap

Meminta kepada ayah sebagai waliku

 

10 tahun kebersamaan

Ibadah ini bukanlah sesaat

Ibadah ini bukan pula bisa di singkat

Namun ibadah pernikahan adalah ibadah yang paling lama

Maka dari itu ia tidak serta merta dijawab dengan tergesa

 

10 tahun kebersamaan

Akupun harus mengadu dulu kepadaNya

Apakah namanya tertulis di lauful mahfudz sana

Sebagai jodoh ku di dunia

Dan insya Allah di akhirat sana

 

10 tahun kebersamaan

Ternyata Allah menjawab tentang dia

Dan akhirnya berpindahlah tanggung jawab ayah kepadanya

Laki-laki yang asing yang kini ku hidup bersamanya

Mengarungi biduk rumah tangga dengan segla rasa suka dan duka

 

10 tahun  kebersamaan

10 tahun pernikahan tentu banyak cerita

Tak selalu mulus, namun ada pula kerikil tajam yang menggelitik kakiku dan kakinya

Namun kami sadar ini bagian dari ujian kenikmatannya

Apakah kita sanggup atau malah lari sejauh-jauhnya

 

10 tahun kebersamaan

Hari penuh kejutan selalu datang menghampiri

Sebagai pengingat agar senantiasa kuatkan ikatan suci ini

Jikalau layu maka harus segera disirami

Jikalau rerimbun tak rapi maka harus segera disiangi

Biar ia tumbuh sehat kuatdan terus mewangi

 

10 tahun kebersamaan

Mari merenda asa

Demi sebuah cita-cita mulia

Membentuk peradaban yang terbaik menurutNya

Agar jejak kebaikan menjadi pemberat amal sholih kita

Dan berujung pada kenikmatan surga yang tiada tara

 

 

Kamis, 01 Oktober 2020

MARTABAK MANIS TEFLON

 

                                                                        doc.pribadi

Masya Allah hikmah dibalik pandemi ini luarbiasa jika kita mampu mengambilnya. Alhamdulillah, saya lebih bisa memasak, yang dulu hanya suka masak masakan wajib saja. Kini bisa mencoba berbagai macam resep jajajan. Termasuk martabak manis Teflon ini. Bagaimana tidak mau mencoba, lah anak-anak suka ngemil selama di rumah. Kalau mau jajan keluar kami masih sangat kawatir, alhasil tidak ada pilihan lain selain masak sendiri.

Sebelumnya belum pernah mencoba sama sekali resep martabak manis Teflon ini. Alhamdulillah beberapa waktu lalu sekali buat langsung berhasil dan bersarang pula. Sebelumnya pernah mencoba beberapa resep lainnya. Ada yang gagal dan adapula yang berhasilkadang kalau gagal masih penasaran ingin mencoba lagi, namun jika sudah 2-3 kali gagal biasanya ganti resep lain. Ohya mengapa menggunakan Teflon?. Ah because it is simple banget sobat. Tidak hanya kue ini, bahkan beberapa kue kering pun untuk mengovennya juga memakai Teflon ini. Serbaguna banget kan?

Berikut resep bagaimana membuat martabak manis Teflon:

Bahan-Bahan Adonan:

  • 250 gram tepung terigu protein sedang
  • 2 sdm gula pasir
  • 1 butir telur
  • 1/2 sdt baking soda
  • 1/2 sdt baking powder
  • 1/2 sdt garam
  • 1 sdm margarin, dicairkan
  • 350 ml air

Bahan Olesan / Toping

  • margarin untuk olesan
  • cokelat meses dan keju

Cara Membuat

1.      Campur tepung terigu, telur, gula, garam, margarin cair, baking powder, dan air. Kocok dengan mixer menggunakan kecepatan rendah sampai adonan lembut. Atau kalau tidak ada saya juga pakai ujungnya mixer  dilepas dan dipakai secara manual. Boleh juga pakai mixer manual.

2.      Diamkan adonan selama satu jam, boleh ditutupi dengan kain yang bersih.

3.      Setelah satu jam masukkan baking soda ke dalam adonan, kemudian kembali aduk dengan rata. Biasanya kalau adonan berhasil maka kelihatan gelembung kecil di adonan.

4.      Panaskan Teflon kemudian olesi dengan mentega.

5.      Setelah panas, tuang adonan secukupnya ke Teflon secara merata. Kalau sudah kelihatan ada rongga silakan di angkat dan matikan kompornya.

6.      Letakkan martabak tersebut diatas piring dan  tambahkan meses cokelat di atasnya, serta paruti keju sesuai selera.

7.      Martabak yang sudah jadi bisa dipotong kemudian di hidangkan.

Nah, Cukup mudah membuatnya, kan?

Bahan-bahan yang dibutuhkan kalau dihitung rata-rata dibawah angka Rp.15.000,00. Sedangkan hari ini kita tahu bahwa harga artabak paling murah sekitar Rp.20.000, itupun kadang rasanya tidak sesuai yang kita harapkan. kalau kita membuatnya sendiri apalagi bersama keluarga aka nada keseruan dan pengalaman tak terlupakan untuk mereka para bocah.

Selamat mencoba ya!

 

AGAR DARING TIDAK GARING!

                                                                Doc.Pribadi

Hai mak gimana kabar daring bocah? Masih eksis kan? Alhamdulillah. Semoga Allah sellau limpahkan kemudahan, kelancaran serta kewarasan kita dalam mendampingi ananda. Meskipun dalam perjalannnya tentu tidaklah mudah.

Pandemi ini memang memberi dampak yang sangat luas disetiap sektor kehidupan. Termasuk salah satunya dunia pendidikan. Pembelajaran klasikal atau di sekolah kini diganti menjadi pembelajaran jarak jauh atau PJJ atau pembelajaran baik daring maupun luring dengan dilakukan di rumah masing-masih.

Tentu saja sebagai orangtua yang tak menguasai semua ilmu atau mata pelajaran, kadang membuat pembelajaran daring akan terasa garing  dan kadang buat muring–muring (uring-uriangan, alias marah-marah) sepanjang hari. Wah subahanalloh!. Yuk kita sharing ya tentang tips yang sudah kami coba terapkan ke anak-anak kami. Berikut beberapa tips agar daring tidak garing ala omah ijo basecamp (sebutan untuk rumah kami):

1.    Pahami gaya belajar anak. Karena jika kita memahami gaya belajarnya dengan baik maka kita akan mudah bagaimana cara mengarahkan anak dalam belajar. Sebaliknya jika salah memahami, maka bukannya tambah berhasil maka akan semakin membuat anak stress, berikut juga orangtuanya. Meskipun kembar, anak kami tak sama pula dalam soal gaya belajar. Yang satunya cukup puas dengan mengerjakan sekali langsung selesai. Sedangkan yang satunya meski kadang kurang teliti, tapi masih mau mengulangi lagi ketika sudah selesai dikoreksi.

2.    Pilih waktu yang tepat untuk anak belajar. Ini jika sekolah memberlakukan jam belajar yang tidak fixed time atau flexible dalam pengumpulan tugas. Seperti sekolah si kembar ini, karena tenggat waktu pengumpulan tugas jam 21.00 maka, waktu yang paling tepat untuk mereka kami damping belajarnya adalah sore hari saat kami pulang kantor. Sedang pagi hari, mereka melakukan aktivittas mengerjakan pekerjaan yang menjadi bagian tugas mereka di rumah, seperti beberes, menjemur baju, dsb, melihat pelajaran via googleclassroom dan link youtube dari guru mereka, kadang pula ber zoom  serta mengerjakan soal atau latihan sebisa mereka, video call guru mengaji dan bermain.

                                                                    doc. pribadi

3.    Orangtua juga wajib mencari ilmu. Mungkin kita sudah lupa apa itu FPB, KPK atau apa itu taksiran terendah, tertinggi namun, tidak lantas kita tidak bisa mencari ilmu bukan?. Insya Allah cukup mudah bagi kita belajar kembali ilmu ini dengan kemudahan yang tersedia di banyak media. Jadi dengan mencari tahu atau mencari ilmu ini sangat membantu kita agar tidak spaneng saat anak minta penjelasan. Ah, jadinya kamipun juga seperti guru SD bahkan guru TK juga.

4.    Berikan waktu mereka bermain. Nah meskipun pembelajaran dari rumah, tidak melulu mereka belajar terus. Apalagi ketika pandemi begini, area bermain hanya di rumah saja. Anak-anak wajib diberi waktu untuk bermain agar tidak bosan dan tumbuh kembangnya juga agar seimbang. Namun tetap diberi pengertian, kapan bermain dan kapan harus menyudahi waktu bermainnya. Jika sudah mampu membuat jadwal harian itu lebih baik. Agar mereka lebih disiplin. Termasuk si kembar ini, waktu bermainnya adalah pagi hari setelah mereka melihat video pembelajaran. Bermainnya pun hanya di rumah saja, bersama kembarannya dan juga adiknya.

                                                                    doc.pribadi

5.    Cukupi asupan gizi dan camilannya. Karena anak berkutat di rumah otomatis, kamar-dapur adalah jalur yang paling sering disambangi oleh mereka. Untuk meningkatkan imun jelas makan mereka harus bergizi, apalagi mereka masa pertumbuhan. Agar mereka tidak ada keinginana untuk jajan keluar, apalagi kita memang tidak memperbolehkan keluar, maka butuh camilan, karena kalau di rumah bawaannya pasti lapar. Kalau ada waktu maka buat camilan sehat bisa jadi pilihan yang lebih baik. Seperti sikembar ini duh, maemnya luarbiasa. Saat daring harus mengenakan baju sekolah, tiba-tiba dah nangkring itu rok di atas mata kaki.

                                                                        doc.pribadi                                                               

6.    Ajak mereka berkarya. Agar tidak bosan selain bermain, ajaklah mereka berkarya. Membuat mainana kah, atau sekedar memasak kesukaan mereka atau mencoba resep baru. Nah ini pasti seru banget. Bagi mereka ini bisa jadi pengalaman tak terlupakan.

7.   Ajak mereka keliling-keliling. Jika rasa bosan tak segera di usir maka ia akan menjadi masalah dalam proses belajar mengajar. Maka sebaiknya untuk menurinkan kadar spaneng mereka dan juga kita ajaklah mereka keliling-keliling. Bahasa kami muter-muter. Dengan bersepeda atau naik mobil tanpa turun dan bawa bekal sendiri. Wah ini kalau buat pasukan krucil “omah ijo basecamp” seru banget dah.


                                                            doc. pribadi

8.    Tetaplah berdoa dan berikhtiar semaksimal mungkin. Tentu semua tips di ats tidak dapat berjalan dengan baik manakala tanpa izin Allah. Oleh karenanya sebagai manusia ikhtiar maksimal wajib kita bentangkan seluas langit dan bumi disertai dengan doa dan tawakkal bukti kepasrahan kita, semoga Allah mampukan.

Demikian tips agar daring tidak garing ala kami, Omah ijo basecamp. Semoga bermanfaat untuk para emak yang sedang mendampingi daring ananda yang entah sampai kapan. Semoga pandemi ini segera berlalu, dan kita kembali ke dunia nyata. Amiien. Wallohua`alam


#ODOP

#OnedayOnePost

#ODOPBatch8

#TantanganPekan4

`Mengurus` atau `Membangun` Anak ?

 

 



doc. Pribadi (si kembar berkebun)


Kata `membangun` atau `mengurus` anak baru saya dengar sejak mengikuti seminar parenting yang diadakan oleh sekolah si kembar. Melalui program sedamu (sedekah ilmu)  walimurid dan stake holder dapat menikmati ilmu setiap bulannya dari berbagai narasumber dengan latarbelakang bidang yang berbeda.

Bulan Agustus lalu adalah kali pertama sedamu (sedekah ilmu) Permata wakaf di lounching. Dan kali pertama ini tentang pengasuhan atau parenting. Tema yang dibahas adalah tentang antara “membangun” atau “mengurus” anak. Terminologi ‘mengurus’ atau `membangun` anak, ini bagi saya masih sangatlah asing. Nah,  Apa bedanya `membangun` dengan ‘mengurus’ anak?

‘Membangun’ anak benar-benar berbeda dengan ‘mengurus’ atau ‘Membangun’ anak prinsip dasarnya adalah orangtua bersama anaknya bersama-sama sebagai partner dalam berkegiatan.

Anak diberikan peran

Anak diberikan kesempatan

Anak diberikan kepercayaan

Tentang apa? Iya tentang kegiatan atau pekerjaan yang mampu ia kerjakan sendiri, orangtua hanya melihat dengan sedikit mendampingi atau tanpa mendampingi sama sekali, asal dipastikan juga keamanan si anak.

Sekilas rasanya terdengar sangat “tega” apalagi kalau dihadapkan dengan orang-orang yang tidak terlalu paham dengan ilmu pengasuhan model seperti ini. Padahal kalau menurut pakar pengasuhan bang Ading  Adlil Umarat atau pakar lainnya, kegiatan dilakukan ananda sendiri dalam rangka agar agar anak mereka punya pengalaman yang terekam di neuron otak dan ototnya bahwa ia adalah anak yang mandiri dan mampu  mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Sedangkan `mengurus` sebaliknya yang berperan aktif adalah orang tua, kegiatan anak banyak didominasi bantuan orangtua, atau bahkan orang tua semua yang mengerjakan. Apakah orangtua beralasan melalukan ini? Tentu saja ada alasannya, pertama  alasannya kawatir anaknya kenapa-kenapa, hasilnya tidak rapi, tidak bersih, berarti ini kurang memberikan kepercayaan pada anak, kedua kalau anak yang mengerjakan nanti lama, berarti kurang memberikan kesempatan pada anak, dan alasan ketiga orangtua bisa sendiri tanpa bantuan anak berarti ini orangtua tidak berbagi peran.

Padahal kalau kita melihat dampak positifnya di era mendatang `membangun` anak mempunyai dampak positif yang pasti diinginkan oleh setiap orangtua ketimbang mengurus anak. Kalau mengurus anak, maka dampak bahagia sesaat saja kita rasakan, jika semua pekerjaan kita kerjakan sendiri tanpa melibatkan anak sebagai patner memang rumah lebih bersih, rapi, dapur tidak berantakan. Bagaimana tidak ketika mereka membuat kotor lantas kita langsung sigap merapikan membersihkan. Padahal memberi kesempatan pada mereka membersihkan bagian dari membangun tanggungjawab mereka dimasa depan.

Sering kita mendengar anak-anak perempuan dilarang kedapur karena jika mereka kedapur malah buat kotor dapur, membuat rusuh dapur, atau karena alasan  kegiatan masak jadi lama, maka kelak dikemudian hari larangan kita itu akan berdampak  pada anak-anak perempuan yang tidak bisa membedakan mana rempah kencur, jahe, lengkuas dan lain sebagainya. Intinya kalau mengurus anak, maka akan memberikan kebahagiaan semu yang sifatnya sementara bagi kita dan dampak dikemudian hari, anak akan sangat merepotkan kita karena mereka kurang secara kemandirian.

Sedangkan `membangun` anak, memang terlihat supertega, merepotkan kita. namun dampak panjangnya adalah sangat meringnakan kita, karena anak lebih mandiir dan bertanggungjawab. Dan apa yang kita berikan hari ini berupa pembagian peran, pemberian kepercayaan dan kesempatan adalah modal yang sangat berharga bagi hidupnya di masa yang akan datang mereka juga akan lebih survive  mampu menyelesaikan sendiri terlebih dahulu, tidak buru-buru secara manja minta bantuan,

Semoga setelah kita memahami perbedaan mengurus dan membangun anak ini kita bisa segera hijrah ke ‘membangun’ anak. Percayalah, itu jauh lebih baik. Dan memang kita haru sadar kembali menjadi orangtua membutuhkan banyak sekali ilmu, meskipun kami merasa terlambat mengetahui ilmu `membangun` dan `mengurus` anak ini,  namun daripada tidak sama sekali maka meski terlambat kami coba terapkan. Wallohua`alam.

 


                                                      doc.pribadi (sikembar sedang mencuci)