Pandemi yang memberi dampak ke semua lini, berdampak
cukup tajam pada kehidupan ekonomi. Termasuk didalamnya adalah sektor wisata,
yang seharusnya banyak memberi pemasukan pada negara namun kini hampir collaps dan bahkan adapula yang sudah
mati tak bernyawa. Oleh karenanya sektor wisata dengan segala kekreatifannya
harus segera bangkit memulihkan dirinya. Agar segera ada pemasukan minimal untuk
biaya perawatan. Karena jelas sektor ini pasti membutuhkan biaya yang tak
sedikit untuk perawatan dan segala kebutuhan lainnya. Termasuk tempat wisata di
daerah lereng gunung Welirang ini yaitu Dlundung.
Dlundung sebagai salah satu destinasi wisata di
Mojokerto , Jawa Timur tidak hanya terkenal dengan air terjunnya yang sangat
eksotis. Namun wana wisata Dlundung juga
menyuguhkan area camping atau camping
ground dan wisata alam lainnya. Hal ini semakin memanjakan wisatawan yang
ingin menikmati malamnya di area Dlundung.
Dlundung menjadi pilihan sebagai camping ground tentu tidak hanya cocok untuk anak-anak muda yang
hoby nge-camp saja. Dlundung juga dipilih sebagai tempat camping ground, untuk sekolah atau kampus yang mengadakan program latsar
organisasi pramuka atau lainnya seperti LDKS. Dan bahkan Dlundung juga bisa
jadi pilihan camping untuk keluarga yang cukup aman dan ramah anak. Salah satunya
adalah untuk keluarga kami.
Kamis, 20 Agustus lalu saat libur tanggal merah
peringatan 1 muharram, setelah sekian lama “mengurung
diri” di dalam rumah akhirnya kami memberanikan diri untuk ngecamp pertama
kalinya di masa pandemi. Otomatis dengan banyak syarat protokol kesehatan. Sehari
sebelum berangkat kami mencoba menghubungi penyewaan tenda disekitar area parkir
Dlundung yang sudah menjadi langganan kami berkali-kali. Ah hasilnya nihil
tidak tersambung. Mau tidak jadi berangkat kasihan anak-anak karena sudah
kadung seneng. Tapi kalau berangkat masih
gambling pula, ya tendanya belum tentu ada , ya suasananya belum tentu aman,
karena masa pandemi otomatis harus jadi pertimbangan matang kami jadi atau
tidak tergantung ramai tidaknya disana.
Wes bismillah, kita berangkat dengan lengkap perbekalan. Kalau
nanti disana aman, dan dapat tenda ya kita camping kalau tidak ya kita balik
pulang. Jadi anak-anak sudah di sounding
dulu sepanjang perjalanan. Karena juga kita belum tahu bagaimana kondisinya
setelah pandemi ini. Ternyata, sesampai disana sekitar jam 14.30 setelah masuk
pintu tiket seharga 20.000/orang, kami terkaget. Area yang biasa kami pakai kemah kini jadi tempat
pelebaran tempat parkir karena saking melubernya kendaraan pengunjung.
Ya sudah semakin kami mantapkan soundingnya ke
anak-anak, berarti siap pulang. Karena kita tidak tahu ini pengunjung air
terjun atau yang kemah juga. Kalau kemah harusnya lebih sedikit karena hemat
kami pastinya tidak ada institusi sekolah atau kampus yang mengadakan program
camping di masa pandemi ini. kami tetap coba masuk area parkir. Kalau nanti ada
tenda dan areanya memungkinkan kita kemah, namun jika tidak maka kita pulang. Dan
ternyata setelah menanyakan kepada persewaan tenda langganan kami, masih banyak
sisa tenda yang spotnya cocok untuk
keluarga.
Akhirnya kamipun turun dari mobil menuju tenda dimana
kami akan camping. Dan benar saja area sekitar tenda kami masih banyak yang
kosong. Hanya beberapa keluarga yang sudah lebih dahulu datang. Kami memilih area yang landai karena membaca
pasukan yang masih bayi pula. Sedang yang berbukit atau yang lebih menantang
biasa dipilih para camper muda yang
terbiasa berpetualang, dan itu cukup jauh dari kami tapi masih area Wisata Air
Terjun Dlundung.
doc.pribadi
Senja semakin mendekati waktu maghrib, ketika kami
menikmati angin sepoi diantara hutan pinus, yang menambah dinginnya suasana
sore itu. Ternyata tanpa kami sadari kendaraan yang di area parkir berangsur habis
bahkan yang tadi jumlahnya mungkin hampir seratusan kini cuma tinggal sepuluh
saja. Berarti benar bayangan kami tadi, para wisatawan ini datang untuk
menikmati air terjun saja. Malam semakin dingin, suasana semakin sepi. Warung-warung
di sekitar area camp kamipun juga sudah mulai tutup. Di spot kami kemah hanya
ada 6 tenda yang di huni, sisanya didepan tenda kami 2 tenda kosong. Sedangkan spot lain yang lebih menantang letaknya
jauh dari kami. Hampir di setiap spot sudah tersedia fasilitas MCK nya. Termasuk
di spot kami.
Warung yang tutup tak masalah buat kami, karena sejak
awal untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka kami bawa makanan
sendiri. Tapi kami lupa bahwa disana
udara sangat dingin sekali, makanan yang kami bawa yang tadinya hangat disana
semua menjadi dingin. Dan kamipun tidak membawa kompor portable untuk menghangatkan. Alhasil kamipun tetap memakannya
meskipun terasa dingin. Kami hanya menghangatkan diri dengan api unggun yang kayu bakarnya kami beli dari warug sekitar.
Malam semakin dingin berikut angin yang lumayan
kencang semakin membuat dinginnya malam itu. Para tetangga tenda juga membuat api unggun. Suasana malam tak terlalu sepi karena ada
tetangga yang membawa sound music. Kami
kira malam itu tidak akan bisa tidur karena terlalu dinginnya udara. Ternyata setelah
masuk tenda, terasa cukup hangat karena kami tidur keruntelan berempat, sedang
si kakak tidur sama saudara ditenda sebelah.
Alhamdulillah para bocah begitu sangat menikmati
camping perdana kami di era pandemi ini. liburan yang terbilang murah-meriah
ini memberi kesan yang sangat berarti buat mereka. Disana mereka tak hanya
menikmati alam, namun bisa tilawah sembari mentadaburi alam, suguhan sang
Pencipta. Kalau kondisi masih memungkinkan kami masih berharap bisa camping
disana lagi. Namun sayangnya harus memilih tanggal hari libur yang bukan
sabtu-ahad, karena kalau sabtu ahad biasanya sudah full booked itu tenda. Yah, mungkin karena masyarakat sudah kepingin
keluar “kandang” karena sudah pada bosan di rumah. Untuk kami tak mengapa jika
harus menunggu tanggal merah selain sabtu ahad, karena kami memang lebih
memilih saat tidak terlalu ramai, agar keamanan lebih terjaga, karena masih pandemi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar