Minggu, 04 Oktober 2020

NGECAMP DI DLUNDUNG SAAT ERA PANDEMI

                                                                        doc.pribadi

Pandemi yang memberi dampak ke semua lini, berdampak cukup tajam pada kehidupan ekonomi. Termasuk didalamnya adalah sektor wisata, yang seharusnya banyak memberi pemasukan pada negara namun kini hampir collaps dan bahkan adapula yang sudah mati tak bernyawa. Oleh karenanya sektor wisata dengan segala kekreatifannya harus segera bangkit memulihkan dirinya. Agar segera ada pemasukan minimal untuk biaya perawatan. Karena jelas sektor ini pasti membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk perawatan dan segala kebutuhan lainnya. Termasuk tempat wisata di daerah lereng gunung Welirang ini yaitu Dlundung.

Dlundung sebagai salah satu destinasi wisata di Mojokerto , Jawa Timur tidak hanya terkenal dengan air terjunnya yang sangat eksotis. Namun wana wisata Dlundung  juga menyuguhkan area camping atau camping ground dan wisata alam lainnya. Hal ini semakin memanjakan wisatawan yang ingin menikmati malamnya di area Dlundung.

Dlundung menjadi pilihan sebagai camping ground tentu tidak hanya cocok untuk anak-anak muda yang hoby nge-camp saja. Dlundung juga dipilih sebagai tempat camping ground, untuk sekolah atau kampus yang mengadakan program latsar organisasi pramuka atau lainnya seperti LDKS. Dan bahkan Dlundung juga bisa jadi pilihan camping untuk keluarga yang cukup aman dan ramah anak. Salah satunya adalah untuk keluarga kami.

Kamis, 20 Agustus lalu saat libur tanggal merah peringatan 1 muharram, setelah sekian lama “mengurung diri” di dalam rumah akhirnya kami memberanikan diri untuk ngecamp pertama kalinya di masa pandemi. Otomatis dengan banyak syarat protokol kesehatan. Sehari sebelum berangkat kami mencoba menghubungi penyewaan tenda disekitar area parkir Dlundung yang sudah menjadi langganan kami berkali-kali. Ah hasilnya nihil tidak tersambung. Mau tidak jadi berangkat kasihan anak-anak karena sudah kadung seneng. Tapi  kalau berangkat masih gambling pula, ya tendanya belum tentu ada , ya suasananya belum tentu aman, karena masa pandemi otomatis harus jadi pertimbangan matang kami jadi atau tidak tergantung ramai tidaknya disana.

Wes bismillah, kita berangkat dengan lengkap perbekalan. Kalau nanti disana aman, dan dapat tenda ya kita camping kalau tidak ya kita balik pulang. Jadi anak-anak sudah di sounding dulu sepanjang perjalanan. Karena juga kita belum tahu bagaimana kondisinya setelah pandemi ini. Ternyata, sesampai disana sekitar jam 14.30 setelah masuk pintu tiket seharga 20.000/orang, kami terkaget. Area yang biasa kami pakai kemah kini jadi tempat pelebaran tempat parkir karena saking melubernya kendaraan pengunjung.

Ya sudah semakin kami mantapkan soundingnya ke anak-anak, berarti siap pulang. Karena kita tidak tahu ini pengunjung air terjun atau yang kemah juga. Kalau kemah harusnya lebih sedikit karena hemat kami pastinya tidak ada institusi sekolah atau kampus yang mengadakan program camping di masa pandemi ini. kami tetap coba masuk area parkir. Kalau nanti ada tenda dan areanya memungkinkan kita kemah, namun jika tidak maka kita pulang. Dan ternyata setelah menanyakan kepada persewaan tenda langganan kami, masih banyak sisa  tenda yang spotnya cocok untuk keluarga.

Akhirnya kamipun turun dari mobil menuju tenda dimana kami akan camping. Dan benar saja area sekitar tenda kami masih banyak yang kosong. Hanya beberapa keluarga yang sudah lebih dahulu datang.  Kami memilih area yang landai karena membaca pasukan yang masih bayi pula. Sedang yang berbukit atau yang lebih menantang biasa dipilih para camper muda yang terbiasa berpetualang, dan itu cukup jauh dari kami tapi masih area Wisata Air Terjun Dlundung.


                                                                        doc.pribadi  

Senja semakin mendekati waktu maghrib, ketika kami menikmati angin sepoi diantara hutan pinus, yang menambah dinginnya suasana sore itu. Ternyata tanpa kami sadari kendaraan yang di area parkir berangsur habis bahkan yang tadi jumlahnya mungkin hampir seratusan kini cuma tinggal sepuluh saja. Berarti benar bayangan kami tadi, para wisatawan ini datang untuk menikmati air terjun saja. Malam semakin dingin, suasana semakin sepi. Warung-warung di sekitar area camp kamipun juga sudah mulai tutup. Di spot kami kemah hanya ada 6 tenda yang di huni, sisanya didepan tenda kami 2 tenda kosong. Sedangkan spot lain yang lebih menantang letaknya jauh dari kami. Hampir di setiap spot sudah tersedia fasilitas MCK nya. Termasuk di spot kami.

Warung yang tutup tak masalah buat kami, karena sejak awal untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka kami bawa makanan sendiri.  Tapi kami lupa bahwa disana udara sangat dingin sekali, makanan yang kami bawa yang tadinya hangat disana semua menjadi dingin. Dan kamipun tidak membawa kompor portable untuk menghangatkan. Alhasil kamipun tetap memakannya meskipun terasa dingin. Kami hanya menghangatkan diri dengan api unggun yang kayu bakarnya kami beli dari warug sekitar.

                                                                        doc.pribadi

Malam semakin dingin berikut angin yang lumayan kencang semakin membuat dinginnya malam itu. Para tetangga tenda juga membuat api unggun. Suasana malam tak terlalu sepi karena ada tetangga yang membawa sound music. Kami kira malam itu tidak akan bisa tidur karena terlalu dinginnya udara. Ternyata setelah masuk tenda, terasa cukup hangat karena kami tidur keruntelan berempat, sedang si kakak tidur sama saudara ditenda sebelah.

Alhamdulillah para bocah begitu sangat menikmati camping perdana kami di era pandemi ini. liburan yang terbilang murah-meriah ini memberi kesan yang sangat berarti buat mereka. Disana mereka tak hanya menikmati alam, namun bisa tilawah sembari mentadaburi alam, suguhan sang Pencipta. Kalau kondisi masih memungkinkan kami masih berharap bisa camping disana lagi. Namun sayangnya harus memilih tanggal hari libur yang bukan sabtu-ahad, karena kalau sabtu ahad biasanya sudah full booked itu tenda.  Yah, mungkin karena masyarakat sudah kepingin keluar “kandang” karena sudah pada bosan di rumah. Untuk kami tak mengapa jika harus menunggu tanggal merah selain sabtu ahad, karena kami memang lebih memilih saat tidak terlalu ramai, agar keamanan lebih terjaga, karena masih pandemi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar