Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 November 2020

Belajar dari sang jagoan

 




Al banna, iya itu nama yang kami beri kepada anak laki-laki kami. Begitu banyak hal yang bisa kami pelajari dari dia. Masya Alloh sungguh ini sebuah anugerah sekaligus amanah besar dari Alloh. Hal-hal yang kami pelajari dari banna adalah.

Tentang kelembutan

Meskipun laki-laki lembut sekali hatinya, sensor hatinya hampir sama dengan bundanya. Jangankan dimarahi kami berbicara keras sedikit saja dia langsung memberi warning, suatu ketika saya bicara sama kakaknya, dan juga pernah terjadi sama dia beberapa waktu lalu.

“abi marah ya?”

Dengan agak salah tingkah,entah bagaimana caranya saat itu kamipun langsung menurunkan suara dan menjelaskan bahwa kami tidak marah,

nggak mas, abi tidak marah kok?

Padahal ini baru mau marah. Meski itu tidak sedang berbicara kepada dia, maunya bicara pada kakaknya. Dia seringnya mengingatkan dan tak jarang wajah sendunya pun meleleh, agar kami tidak jadi marah.

Tentang tanggung jawabnya

Seringkali ayahnya berkata sejak dia sudah mulai memahami perannya sebagai anak laki-laki, kalau saya pergi terutama malam hari pinginnya ikut saja, karena dia tahu ayahnya tidak pakai baju kerja. Awal sebelum saya pahamkan, agak sedikit rempong karena tiap ayahnya mau pergi lagi sore atau malam dia nangis ingin ikut, bahkan tak jarang sayahnyapun mengajaknya padahal pulangnya hampir tengah malam. Tapi kalau pagi saat rutinitas kerja dia sudah paham dan nggak mau ikut, apalagi sekarang sudah bermain di play grup.

Hal yang paling menempel dalam pikirannya adalah, kalau ayahnya pergi kerja atau keluar kota,

mas banna jaga bunda ya, sama kakak dan adik bita. “ kalau sperti ini sekarang jadi anggukan bukan rengekan lagi seperti dulu.

Setelah itu justru pesannya ke ayahnya,  "hati –hati ya bi, jangan lupa kunci pintunya, pagarnya”,

Dan seperti biasa seringnya sang ayah kadang cuma saya tutup saja, pasti kalau ketemu lagi tengah malam dia bangun atau besok pagi dia menegur, "abi cuma tutup aja, abi ga maaf" begitu kata-katanya kalau bangun. (maksudnya mungkin atas kesalahan ayahnya yang tidak menutup dan mengunci pintu dengan baik).

Dan tak jarang pula tengah malam dia bangun dan “gupuh” alias tergesa, membangunkan saya, bunda nya bahkan juga ayahnya untuk mengecek kembali pintunya. apalagi kalau ayahnya dari keluar malam itu.

Bund, pintunya sudah dikunci sama abi tah? begitu pertanyaannya

Kalau ke ayahnya, bi pintunya sudah dikunci belum? Kalau ayahnya bilang belum, meski mengantuk, dia bakal merengek sampai ayahnya bangun " ayo kunci bi, nanti ada pencuri!"

Masya Alloh, ayahnya yang sering lupa atau lalai dan menggampangkan soal kunci mengunci pintu, justru ayahnya merasa diajari dari sang jagoan, anak laki-laki kami yang belum genap 4 tahun saat itu.

Tentang aktif bertanyanya

Diantara anak-anak kami, si ganteng in sangat aktif bertanya. Kemampuannya menggunakan bahasa yang cetho kata orang jawa, membuat bahasanya mudah dipahami sejak dia mulai biasa. kalau kakak adiknya kadang masih "pelat" kata orang jawa. kalau dia tidak sama sekali. kemampuan linguistiknya ini tidak hanya tentang cetho nya, namun juga perbendaharaan kata yang cukup banyak dan lebih dari  kakaknya diusia yang sama. serta yang paling kami ambil pelajaran dari dia adalah dia bersabar bertanya sampai mendapat jawaban, dan kalau sudah dapat jawababn dia gigih mengejar pertanyaan berikutnya, sampai kami sendiri yang tidak sabar menjawabnya. duh ya Allah. kalau neneknya yang ditanyai, sudah ampun-ampun menjawab, dilemparlah pertanyaan sama bunda atau ayahnya.

Kalau dipelajari mendalam lagi, sebenarnya masih banyak lagi teguran-teguran yang Alloh selipkan melalui anak-anak kami Tentunya kami yakin, teguran ini agar kami senantiasa lebih baik dalam mengarungi kehidupan kami sebagai orangtua. Ini adalah amanah besar kami, semoga Alloh memudahkan selalu urusan-urusan kami.

Kamis, 01 Oktober 2020

`Mengurus` atau `Membangun` Anak ?

 

 



doc. Pribadi (si kembar berkebun)


Kata `membangun` atau `mengurus` anak baru saya dengar sejak mengikuti seminar parenting yang diadakan oleh sekolah si kembar. Melalui program sedamu (sedekah ilmu)  walimurid dan stake holder dapat menikmati ilmu setiap bulannya dari berbagai narasumber dengan latarbelakang bidang yang berbeda.

Bulan Agustus lalu adalah kali pertama sedamu (sedekah ilmu) Permata wakaf di lounching. Dan kali pertama ini tentang pengasuhan atau parenting. Tema yang dibahas adalah tentang antara “membangun” atau “mengurus” anak. Terminologi ‘mengurus’ atau `membangun` anak, ini bagi saya masih sangatlah asing. Nah,  Apa bedanya `membangun` dengan ‘mengurus’ anak?

‘Membangun’ anak benar-benar berbeda dengan ‘mengurus’ atau ‘Membangun’ anak prinsip dasarnya adalah orangtua bersama anaknya bersama-sama sebagai partner dalam berkegiatan.

Anak diberikan peran

Anak diberikan kesempatan

Anak diberikan kepercayaan

Tentang apa? Iya tentang kegiatan atau pekerjaan yang mampu ia kerjakan sendiri, orangtua hanya melihat dengan sedikit mendampingi atau tanpa mendampingi sama sekali, asal dipastikan juga keamanan si anak.

Sekilas rasanya terdengar sangat “tega” apalagi kalau dihadapkan dengan orang-orang yang tidak terlalu paham dengan ilmu pengasuhan model seperti ini. Padahal kalau menurut pakar pengasuhan bang Ading  Adlil Umarat atau pakar lainnya, kegiatan dilakukan ananda sendiri dalam rangka agar agar anak mereka punya pengalaman yang terekam di neuron otak dan ototnya bahwa ia adalah anak yang mandiri dan mampu  mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Sedangkan `mengurus` sebaliknya yang berperan aktif adalah orang tua, kegiatan anak banyak didominasi bantuan orangtua, atau bahkan orang tua semua yang mengerjakan. Apakah orangtua beralasan melalukan ini? Tentu saja ada alasannya, pertama  alasannya kawatir anaknya kenapa-kenapa, hasilnya tidak rapi, tidak bersih, berarti ini kurang memberikan kepercayaan pada anak, kedua kalau anak yang mengerjakan nanti lama, berarti kurang memberikan kesempatan pada anak, dan alasan ketiga orangtua bisa sendiri tanpa bantuan anak berarti ini orangtua tidak berbagi peran.

Padahal kalau kita melihat dampak positifnya di era mendatang `membangun` anak mempunyai dampak positif yang pasti diinginkan oleh setiap orangtua ketimbang mengurus anak. Kalau mengurus anak, maka dampak bahagia sesaat saja kita rasakan, jika semua pekerjaan kita kerjakan sendiri tanpa melibatkan anak sebagai patner memang rumah lebih bersih, rapi, dapur tidak berantakan. Bagaimana tidak ketika mereka membuat kotor lantas kita langsung sigap merapikan membersihkan. Padahal memberi kesempatan pada mereka membersihkan bagian dari membangun tanggungjawab mereka dimasa depan.

Sering kita mendengar anak-anak perempuan dilarang kedapur karena jika mereka kedapur malah buat kotor dapur, membuat rusuh dapur, atau karena alasan  kegiatan masak jadi lama, maka kelak dikemudian hari larangan kita itu akan berdampak  pada anak-anak perempuan yang tidak bisa membedakan mana rempah kencur, jahe, lengkuas dan lain sebagainya. Intinya kalau mengurus anak, maka akan memberikan kebahagiaan semu yang sifatnya sementara bagi kita dan dampak dikemudian hari, anak akan sangat merepotkan kita karena mereka kurang secara kemandirian.

Sedangkan `membangun` anak, memang terlihat supertega, merepotkan kita. namun dampak panjangnya adalah sangat meringnakan kita, karena anak lebih mandiir dan bertanggungjawab. Dan apa yang kita berikan hari ini berupa pembagian peran, pemberian kepercayaan dan kesempatan adalah modal yang sangat berharga bagi hidupnya di masa yang akan datang mereka juga akan lebih survive  mampu menyelesaikan sendiri terlebih dahulu, tidak buru-buru secara manja minta bantuan,

Semoga setelah kita memahami perbedaan mengurus dan membangun anak ini kita bisa segera hijrah ke ‘membangun’ anak. Percayalah, itu jauh lebih baik. Dan memang kita haru sadar kembali menjadi orangtua membutuhkan banyak sekali ilmu, meskipun kami merasa terlambat mengetahui ilmu `membangun` dan `mengurus` anak ini,  namun daripada tidak sama sekali maka meski terlambat kami coba terapkan. Wallohua`alam.

 


                                                      doc.pribadi (sikembar sedang mencuci)

Senin, 28 September 2020

KEMANDIRIAN ALA SIKEMBAR

 


doc.pribadi

Hikmah di balik pandemi adalah semakin menambah kemandiriannya si anak. Salah satunya adalah putra - putri kami. Sebelum pandemi anak-anak kami bersekolah di sekolah full day. Si kembar belajar sampai sore sedangkan adik-adiknya di penitipan anak sampai bunda pulang baru dijemput. kondisi pandemi ini akhirnya mengharuskan mereka berada di rumah tanpa ditungguin asisten, karena kamipun juga tidak memiliki asisten.

Akhirnya kami berbagi tugas, agar semua beres sebelum kami berangkat. Tiga bulan awal pandemi kami masih banyak Work From Home (WFH) sehingga semakin mantap dalam mendampingi kemandirian mereka. Mulai ibadahnya, mengerjakan tugas-tugasnya,dan juga tugas menjaga adiknya. Masing-masing dari si kembar menjadi asisten dari 2 adiknya, satu untuk adik TK dan satunya untuk sibayi 2 tahun. Jika adiknya membutuhkan sesuatu maka asisten inilah yang berperan mendampingi dan mengambilkan.

Termasuk didalamnya jika si bayi menginginkan susu, ingin menonton tayangan video favoritnya Nussa Rara dan Omar Hana, bahkan termasuk ganti clody dan baju. Awal dulu kalau pub mereka tidak mau menggantikan. Byuh, kasihan sekali si bayi harus menunggu kami pulang. Tapi alhamdulillahnya baru dua kali saja saat pandemi ini, karena si bayi rutin BAB sebelum kami berangkat. Setelah itu kami memiliki challenge siapa yang mau membersihkan pub adik maka akan kami beri hadiah. Nah sejak itu mereka mau membersihkan tanpa menunggu kami pulang.


                                                                doc.pribadi

Sedangkan si sholih adiknya yang TK tidak terlalu banyak minta bantuan, mungkin hanya maem saja. Tapi lebih banyak minta ditemani main. Namun bagi si kakak yang paling sulit menenangkan kedua adiknya adalah si sholih ini, kalau main kadang beres-beresnya masih saja tetap kotor dan berantakan. Kadang minta maksa keluar rumah, padahal teman-temannya diluar bermain tidak memakai masker beberapa. Oleh karenanya kamipun mengunci semua pintu agar si sholih ini mengurungkan dirinya keluar. Karena kami justru kawatir jika main diluar.

Sebenarnya sangat dilema bagi kami berdua, kala harus bekerja kamipun tidak tega meninggalkan mereka sendiri berempat, tapi kami lebih tidak tega jika ada orang lain dirumah. Karena kami tidak bisa tracing orang tersebut dari mana saja, dan kamipun memang terbiasa tanpa asisten. Kalaupun kami titipkan di daycare, pasti juga bercampur dengan anak lain. Kami biasa titip sama pegawai yang kerja didepan rumah, untuk melihat mereka, sedang tidur atau apapun. Kadang juga di tilik sama neneknya siang hari, serta mengantar makanan untuk anak-anak.

Beberapa pekan setelah berjalannya waktu, kami mencoba evaluasi lagi, menanyakan pada mereka apakah keberatan. Alhamdulillah mereka menjawab tidak merasa keberatan. Meski dalam lubuk hati yang paling dalam kami sangat tidak tega dengan kondisi ini. si kakak yang baru kelas 3 SD saat awal pandemi dan kini sudah kelas 4 SD. Mereka memberi syarat harus banyak makanan dirumah, camilan harus jumlahnya melimpah. Bener saja, pengeluaranpun sama banyaknya kini mereka tidak jajan diluar, tapi kami harus menyediakan makanan dan jajan dirumah. Hampir tidak bisa menyimpan makanan. Hari itu dibelikan hitungan jam biasanya langsung habis. Alhamdulilahnya pas saya banyak work from home banyak coba resep kue, maka kalau longgar sayapun coba buatkan kue kesukaan mereka.

Akhirnya kamipun hanya bisa ikhtiar dan terus berdoa, serta berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka.

 

 

Minggu, 27 September 2020

JADWAL HARIAN ALA SI KEMBAR

 



Dahulu awal saya ingin mengajarkan kedisiplinan pada anak-anak, saya buatkan jadwal harian weekdays dan weekends. Weekdays jadwal ketika mereka bersekolah yaitu Senin-Kamis, sedangkan weekends untuk hari Sabtu-Ahad.  Apa saja yang harus mereka lakukan saat di rumah maka saya tuangkan dalam bentuk jadwal yang saya tempel didinding kamarnya.

Bagaimana kisah penerapannya? Tentu saja tidak seperti yang dibayangkan, beberapa mereka tidak melakukan jadwal itu dengan baik atau mereka tidak mengerjakan tepat waktu dan itu terjadi beberapa kali. Saya buat setelah beberapa pekan saya ganti lagi, saya buat ganti lagi.

Akhirnya saya agak hopeless, gimana caranya agar mereka melakukan kegiatan sesuai jadwal. Da ini salah satu ikhtiar kami agar mereka disiplin sejak kecil. Karena pembiasaan di waktu kecil akan berpengaruh saat mereka dewasa.

Apalagi di masa pandemi ini, mereka lebih banyak di rumah. Jadwal harian akan membantu kami untuk mengotrol kegiatan mereka. Apalagi kami tidak bisa mendampingi mereka di rumah. Otomatis kami hanya bisa mengontrol mereka secara jarak jauh via telpon. Kalau kami di rumah maka kami bisa mengingatkan langsung.

Secara garis besar sebenarnya mereka paham, kapan harus beberes, kapan harus belajar, main, mengaji, sholat, tidur siang maupun waktunya makan. Namun kalau tidak di detailing kawatir waktu diantara kegiatan itu tidak termaksimalkan dengan baik. Karena pasti ada masa-masa mereka malas, atau kurang semangat.

Akhirnya qodarullah, pada beberapa pekan lalu ada tugas dari ustadzah nya untuk membuat jadwal harian. Karena mereka ada evaluasi ibadah dan sikap lewat buku evaluasi diri, maka mereka harus melakukan banyak kegiatan. Nah pikir saya kalau tidak dijadwal maka aka nada yang loss. Nah tugas ustadzah tersebut mereka buat sendiri, saya bantu buat detailing jamnya. Mereka yang mengisi tugasnya sendiri.

Bagaimana hasilnya, Alhamdulillah ternyata its work. Mereka lebih menikmati kegiatan yang mereka buat sendiri, meskipun lebih sederhana, mereka tulis sendiri dengan pensil dan bolpen, di tulis dikertas A4 dibagi dua. Jadi ingat nasehat guru saya, siapa yang suka menulis maka sebenarnya ada aliran energy ke otak yang membuat tulisannya itu lebih mudah diingat.

Seperti juga yang pernah di publish oleh harian Repulika co.id

Menurut penelitian terbaru yang dimuat di jurnal Psychological Science, mencatat dengan pulpen dan kertas, lebih meningkatkan kualitas belajar dibandingkan menggunakan laptop. Penelitian itu juga menyimpulkan bahwa menulis merupakan strategi yang lebih baik untuk menyimpan ide dalam waktu yang panjang. Selain itu, para peneliti mendapati bahwa menulis dapat menguatkan proses belajar yang tak dapat disamai dengan mengetik.
 Penelitian tersebut dilakukan psikolog dari Princeton dan Universitas California, Los Angeles, Pam Mueller dan Daniel Oppenheimer. Mereka menguji efek menulis catatan pada mahasiswa dalam dua seri percobaan. Dua kelompok mahasiswa diminta mendengarkan materi kuliah dari dosen yang sama. Mereka diperbolehkan menggunakan semua strategi untuk menyimpan hal-hal penting di perkuliahan.

Satu setengah jam kemudian, partisipan diuji soal materi kuliah itu Hasil studi menunjukkan, mahasiswa yang menggunakan laptop "miskin" soal ide.

 

Berbeda dengan yang saya buat, saya ketik dengan rapi, lebih artistik namun teryata secara hasil tidak seberapa maksimal seperti ketika mereka buat sendiri. Pantesan, batin saya. Ternyata menurut ilmu psikologi kualitas dengan tangan merupakan salah satu strategi dalam menyimpan ide lebih lama daripada melalui laptop, baik itu menulis laptop sendiri atau dituliskan. Nah pada kasus jadwal si kembar ini mereka saya tuliskan pisan. Wallohualam

Minggu, 20 September 2020

BELAJAR SURVIVE DARI KISAH BERCOCOK TANAM


 

Teringat sebuah kisah dua orang yang tetanggaan sebut saja bapak A dan bapak B. Masa pensiun,  mereka ingin mereka isi dengan sesuatu yang menghibur mereka menuju hari tua yaitu bercocok tanam.  Ternyata waktu berjalan Bapak A dan bapak B ini mempunyai mindset yang berbeda soal bercocok tanam. Bapak A merawat tanamannya penuh maksimal, memberinya pupuk, menyiraminya, menyiangi rumput liar serta perlakuan istimewa lainnya. Termasuk pemilihan dan pengolahan lahan yang akan ditanami. Sedangkan bapak B, memilih bercocok tanam dengan lahan yang jauh dari rumah, terkesan dibiarkan, sesekali saja ia kunjungi dan ia siram.

Time flies, tanaman bapak A menjadi tanaman yang subur dan menyenangkan dan indah dipandang. Sedangkan tanaman bapak B, kurang subur dan kurang segar. Hari berganti, suatu ketika ada badai besar menyapa kota itu termasuk tanaman bapak A dan B tadi. Setelah badai selesai bapak A dan bapak B pun segera melihat tanaman mereka. Ternyata apa yang terjadi? Betapa kagetnya, bapak A tanamannya rusak porak poranda dihempas badai, sedangkan tanaman bapak B hanya sedikit saja yang rusak. Setelah di teliti, ternyata tanaman bapak A rusak karena akar nya kurang kuat, ia terbiasa disirami, dipelihara dengan baik, sehingga akar kurang ada usaha menerobos tanah mencari air, karena selama ini ia mudah mendapat makanannnya. Sedangkan tanaman bapak B sedikit yang rusak, dibalik kekurangseringnya bapak B menyirami, membuat akar tanaman bapak B mencari jalan, menembus terjalnya tanah mencari air agar mereka bisa hidup.

Dari sini kisah ini di hubungkan bagaimana kita mendidik anak menjadi pribadi yang survive. ketika anak dicukupi semua kebutuhannya dengan mudah, hari ini minta A kita langsung belikan tanpa ia harus berjuang, besok minta B, langsung saja kita belikan tanpa pula ia harus mengerjakan sesuatu yang yang menjadi challenge untuk dia. Apalagi ditambah bumbu rengekan dan tangisan disetiap permintaan. Maka ini akan menjadi password buat mereka untuk minta sesuatu berikutnya. Anak-anak tersebut tidak tertantang  sama sekali dengan sebuah perjuangan.

Apalagi jika ada orang lain ditengah-tengah perjuangan kita mendidik. Misal kita tidak memperbolehkan dia bermain gadjet sebelum masa liburan sabtu-ahad, eh ada kakek nenek yang berkunjung kerumah kita, seperti yang kita tahu kakek nenek itu sayangnya ke cucu melebihi apapaun, karena tidak tega melihat anak-anak menangis. Akhirnya diberikannlah gadjed untuk bermain mereka.  Nah,  ini akan menjadi ujian kesabaran kita mendidik.

Sedangkan jika kita memberi sesuatu kepada anak, sewajarnya, apalagi ketika ia dapat sesuatu itu dengan memperjuangkannya dulu maka ini akan menjadi kebiasaan untuk mereka, bahwa untuk memiliki sesuatu harus berjuang dulu. Dan ini akan diingat oleh mereka, password nya jika “aku ingin sesuatu aku harus usaha”. Misal jika anak ingin mendapatkan sepeda baru, harus hafal 1 juz Alquran, ingin sepatu baru harus mendapat juara 1 dsb.

Mari sobat sekalian kita sama-sama belajar, mengajari anak survive adalah sebuah keharusan. Di kehidupan mendatang mereka akan ketemu dengan tantangan yang maha dahsyat, yang tidak sama dengan kita. Dan kitapun tidak seterusnya membersamai mereka. Antara tega dan tidak tega, demi kehidupan yang lebih baik untuk mereka, kita harus tega. Kita tarik ulur bak layangan, kapan ia harus kita tarik untuk diluruskan, kapan harus kita ulur talinya agar mereka semakin meninggi. Mari kita didik anak-anak kita sesuai zamannya, karena zaman ini tantangannya luar biasa maka kita biasakan mereka tertantang pula dalam menjalani hidup.

Jadi ingat sebuah nasehat pakar parenting tentang mendidik anak-anak kita ini, kesusahan kita hari ini mendidik anak maka akan memudahkan kita kelak dimasa tua. Kemudahan kita mendidik anak, karena agar ia diam kita turuti saja apa maunya, maka akan menyusahkan kita kelak dimasa tua kita. Wallohua`lam

Minggu, 13 September 2020

BELAJAR DARI ANAK KECIL

 

    Sobat muslim pernah mengamati anak kecil? Apalagi masih usia balita. Duh kepolosannya, kelucuannya begitu menggemaskan bukan. Etapi…kalau melihat anak kecil jangan dilihat kelucuannya doing yah. Bukankah Allah menghamparkan ilmu seluas bumi dan langit. Termasuk makhluk nya Allah yang namanya anak kecil ini. Jangan mentang-mentang sekarang kita dewasa kita tidak mau belajar dari mereka. Paddahal dari mereka kita akan banyak belajar berbagai macam hal.

Teringat hadits tentang “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah….. keadaan fitrah ini mengingatkan kita bahwa mereka sudah dibekali Allah kecintaan pada penciptanya, sudah dibekali koneksi yang kuat dengan Rabbnya. Beda dengan kita orang dewasa yang sudah terlalu kotor dengan dosa dan memiliki ikatan kuat dengan dunia. Anak kecil itu masih suci apalagi yang masih bayi.

Dalam sebuah riwayat, nabi menjelaskan alasan mengapa beliau paling suka jika bercengkerama dengan anak-anak kecil. Rasulullah saw. sangat mencintai anak-anak. Ada yang mengatakan, berbuat baik kepada anak-anak itu salah satu sunah terbaik dari sang nabi. Saking baiknya nabi kepada anak-anak, diriwayatkan bahwa ketika nabi melakukan perjalanan ke daerah Thaif, Nabi Muhammad saw. tidak bereaksi sama sekali kepada anak-anak yang melemparinya dengan batu.

Mengapa kita harus belajar dari anak-anak?

Di satu sisi, sewajarnya anak-anak belajar mengembangkan dirinya agar bisa berkarya dan berkontribusi dalam masyarakat. Di sisi lain, kita sebagai orangtua, mungkin belum bisa menjadi teladan yang baik bagi mereka. Itulah sebabnya, kelapangan dada untuk belajar dari anak-anak menjadi hal yang berharga buat orang dewasa seperti kita. Setidaknya, terdapat tiga alasan mengapa kita orang dewasa perlu belajar dari anak-anak:

1. Anak-anak bersikap apa adanya

Anak-anak kecil bersikap apa adanya, sedang kita yang dewasa banyaknya apa adanya. Mengapa mereka bersikap apa adanya? Iya karena mereka masih belum terbebani apa-apa, sedangkan kebanyakan orang dewasa, mungkin termasuk saya dan sobat selalu berpikir apa kata orang lain tentang diri kita. Saat sebuah tindakan mungkin dinilai negatif oleh kebanyakan orang, kita akan urung melakukannya. Pada akhirnya, hidup kita lebih banyak ditentukan oleh pendapat orang lain ketimbang keyakinan kita sendiri.  Anak-anak bersikap sebaliknya; dengan hati dan pikiran yang masih polos, anak-anak bersikap apa adanya, serta yakin dengan pilihannya. Mereka tidak takut gagal maupun dianggap buruk oleh orang-orang di sekitarnya.. Bersikap apa adanya adalah alasan pertama mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.

2. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa

Pernah melihat anak kecil yang suka eksplore mainana, atau apapun yang mereka lihat? Iya hampir setiap mereka normalnya begitu. Bahasa jawanya “umek” sedangkan kita, orang dewasa sering menganggap mereka terlalu aktif, sehingga kadang kita malah seneng lihat anak yang anteng-anteng saja. Karena umeknya mereka melihat sesuatu, mengutak atik sesuatu adalah bentuk rasa ingin tahu mereka yang besar. Dan ini adalah investasi dari penciptaNya yang harusnya kita jaga dan kita anggap positif.

Belum lagi  anak-anak punya rasa ingin tahu mereka diungkapkan dengan  mereka bertanya banyak hal – termasuk hal-hal yang sudah dianggap biasa dan “memang begitu adanya” oleh orang dewasa. Pertanyaan anak-anak yang begitu banyak mungkin membuat kerepotan menjawab. Dan mereka biasanya gigih bertanya sampai mendapat jawaban baru berhenti bertanya. Sedangkan kita rasa ingin tahunya kadang sudah rendah, juga malas bertanya. Padahal sebagai manusia, kita tidak boleh kehilangan rasa ingin tahu kita. Rasa ingin tahu adalah alasan kedua mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.

3. Belajar Tertawa Dan Optimis

Anak – anak lahir tanpa mengetahui apa-apa. Tapi mereka pantang menyerah ketika mereka harus melewati fase perkembangan hidup mereka, mulai dari merangkak, berjalan, berlari, bicara. Dan jika mereka menyerah dalam berjuang di fase-fase itu maka mereka tidak akan melewati fase pertumbuhan itu. Dan atas bimbingan sang penciptaNya lah mereka optimis.

Kalau anak kecil seperti orang dewasa yang mudah putus asa, maka tak akan ada orang dewasa yang bisa berjalan di atas kakinya sendiri sekarang. Saat kita kecil, kita belajar berjalan, terhuyung, terjatuh, menangis. Lalu kemudian kita bangkit dan mengulanginya lagi sampai kita bisa dan tertawa lega. Dari sinilah kita harus belajar dari mereka. Belajar optimis dan tertawa dalam menghadapi kehidupan kita.