Minggu, 20 September 2020

BELAJAR SURVIVE DARI KISAH BERCOCOK TANAM


 

Teringat sebuah kisah dua orang yang tetanggaan sebut saja bapak A dan bapak B. Masa pensiun,  mereka ingin mereka isi dengan sesuatu yang menghibur mereka menuju hari tua yaitu bercocok tanam.  Ternyata waktu berjalan Bapak A dan bapak B ini mempunyai mindset yang berbeda soal bercocok tanam. Bapak A merawat tanamannya penuh maksimal, memberinya pupuk, menyiraminya, menyiangi rumput liar serta perlakuan istimewa lainnya. Termasuk pemilihan dan pengolahan lahan yang akan ditanami. Sedangkan bapak B, memilih bercocok tanam dengan lahan yang jauh dari rumah, terkesan dibiarkan, sesekali saja ia kunjungi dan ia siram.

Time flies, tanaman bapak A menjadi tanaman yang subur dan menyenangkan dan indah dipandang. Sedangkan tanaman bapak B, kurang subur dan kurang segar. Hari berganti, suatu ketika ada badai besar menyapa kota itu termasuk tanaman bapak A dan B tadi. Setelah badai selesai bapak A dan bapak B pun segera melihat tanaman mereka. Ternyata apa yang terjadi? Betapa kagetnya, bapak A tanamannya rusak porak poranda dihempas badai, sedangkan tanaman bapak B hanya sedikit saja yang rusak. Setelah di teliti, ternyata tanaman bapak A rusak karena akar nya kurang kuat, ia terbiasa disirami, dipelihara dengan baik, sehingga akar kurang ada usaha menerobos tanah mencari air, karena selama ini ia mudah mendapat makanannnya. Sedangkan tanaman bapak B sedikit yang rusak, dibalik kekurangseringnya bapak B menyirami, membuat akar tanaman bapak B mencari jalan, menembus terjalnya tanah mencari air agar mereka bisa hidup.

Dari sini kisah ini di hubungkan bagaimana kita mendidik anak menjadi pribadi yang survive. ketika anak dicukupi semua kebutuhannya dengan mudah, hari ini minta A kita langsung belikan tanpa ia harus berjuang, besok minta B, langsung saja kita belikan tanpa pula ia harus mengerjakan sesuatu yang yang menjadi challenge untuk dia. Apalagi ditambah bumbu rengekan dan tangisan disetiap permintaan. Maka ini akan menjadi password buat mereka untuk minta sesuatu berikutnya. Anak-anak tersebut tidak tertantang  sama sekali dengan sebuah perjuangan.

Apalagi jika ada orang lain ditengah-tengah perjuangan kita mendidik. Misal kita tidak memperbolehkan dia bermain gadjet sebelum masa liburan sabtu-ahad, eh ada kakek nenek yang berkunjung kerumah kita, seperti yang kita tahu kakek nenek itu sayangnya ke cucu melebihi apapaun, karena tidak tega melihat anak-anak menangis. Akhirnya diberikannlah gadjed untuk bermain mereka.  Nah,  ini akan menjadi ujian kesabaran kita mendidik.

Sedangkan jika kita memberi sesuatu kepada anak, sewajarnya, apalagi ketika ia dapat sesuatu itu dengan memperjuangkannya dulu maka ini akan menjadi kebiasaan untuk mereka, bahwa untuk memiliki sesuatu harus berjuang dulu. Dan ini akan diingat oleh mereka, password nya jika “aku ingin sesuatu aku harus usaha”. Misal jika anak ingin mendapatkan sepeda baru, harus hafal 1 juz Alquran, ingin sepatu baru harus mendapat juara 1 dsb.

Mari sobat sekalian kita sama-sama belajar, mengajari anak survive adalah sebuah keharusan. Di kehidupan mendatang mereka akan ketemu dengan tantangan yang maha dahsyat, yang tidak sama dengan kita. Dan kitapun tidak seterusnya membersamai mereka. Antara tega dan tidak tega, demi kehidupan yang lebih baik untuk mereka, kita harus tega. Kita tarik ulur bak layangan, kapan ia harus kita tarik untuk diluruskan, kapan harus kita ulur talinya agar mereka semakin meninggi. Mari kita didik anak-anak kita sesuai zamannya, karena zaman ini tantangannya luar biasa maka kita biasakan mereka tertantang pula dalam menjalani hidup.

Jadi ingat sebuah nasehat pakar parenting tentang mendidik anak-anak kita ini, kesusahan kita hari ini mendidik anak maka akan memudahkan kita kelak dimasa tua. Kemudahan kita mendidik anak, karena agar ia diam kita turuti saja apa maunya, maka akan menyusahkan kita kelak dimasa tua kita. Wallohua`lam

2 komentar:

  1. Perumpannya tak habis pikir saya. Udah berprasangka buruk saja saya. Ternyata hikmahnya mendalam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hiya, awal saya mendengar juga begitu kak, ternyata hikmahnya luarbiasa

      Hapus