Sekitar setahun lalu, sliweran baca di
media social entah facebook atau instragam, mengetahui model melipat ala
konmari, dengan hanya dari melihat hasilnya rapi penulis pun ikut langsung praktik. Dan yang menjadi
percobaan adalah bajunya para bocah. Baju dewasa belum berani, karena baju kawatir lecek karena dipakai kerja Sedangkan baju anak-anak pun juga yang dicoba melipat ala konmari ini, yang baju
non-seragam. Etapi, ternyata, percobaan saya salah, belakangan pas ikut kelas online akhirnya tahu ilmu yang penulis terapkan itu salah, dan bahkan tak terarah, dipraktekkan ala-ala dan asal melipatnya.
Hampir setahun penulis bertahan dengan melipat yang ala-ala konmari ini, tapi masih bertahan hanya pada baju si kakak, bahkan sampai sebelum ketemu dengan kelas online berbenah sadis ini #KBS7 ... karena masih ala-ala alhasil
ketika di pakai ya masih lecek. Itulah pentingnya ilmu sebelum amal. Sedang kan baju si sholih gak tahan lama. Si
doi ambilnya sembarangan jadi sisanya kadang berantakan dan tidak rapi lagi. Bahkan sampai sekarang sih, tapi penulis tetap saja melipat ala konmari, dan sambil terus mengajak doi belajar mengambil dengan rapi.
Terus bagaimana baju kami yang dewasa?
Eit.. Belum berani coba. Sudah ciut duluan ini niatnya. Juga penulis kira awalnya melipat konmari hanya cocok untuk anak-anak saja. Dan penulis pun berani melipat model konmari hanya
kalau mudik saja. Nah itu pun dikaretin, padahal konmari yang benar dia bisa berdiri tanpa dikaretin dan tanpa sandaran 😅. Duh jadi malu. Nah ini salah satu berkah hikmah dibalik musibah pandemi. Akhirnya saya memantapkan diri mengikuti kelas berbenah sadis 7 KBS #7
Roll coaster kelas online ini luarbiasa, kalau tugasnya menukik semakin tertantang, kalau tugasnya landai saatnya refresh diri. termasuk dalam hal melipat ala konmari ini. Meski belum rapi-rapi amat, tapi yang paling penulis syukuri adalah berkurangnya baju yang ada dirumah. Kami sekeluarga terutama penulis, merasa tertampar masih banyak baju kami sekeluarga yang tak terpakai disimpan dirumah.😩 Alloh ya Rabb. Jadi teringat nasehat teh Rika sang mentor.
Jangan sampai banyak nya baju kita menjadikan hisab kita lama.
MakJleb. Akhirnya penulispun berjibaku mengurangi secara drastis perbajuan dirumah. Terutama baju anak-anak yang sudah kekecilan. Dulu penulis pikir bahwa baju anak-anak disimpan, entar buat adiknya, sayang-sayang dalam benak penulis kalau dikasihkan orang, barangkali masih dibutuhkn dikemudian hari. Ternyata malah kebalik mindset ini, justru dikasihkan Insya Allah kan Allah ganti dan cukupkan dengan yang lebih baik. Jadi dikelas ini selain diberi materi untuk di praktikkan juga diberi materi dan nasehat yang semakin menguatkan ruh dan jiwa kami para peserta, tak hanya merapikan namun juga harus bisa melepaskan barang-barang yang ada dirumah. Karena sesuangguhnya
Merapikan tak sama dengan melepaskan.
Tentu saja sobat sekalian, bagi penulis terutama semangat dalam kebaikan itu butuh komunitas, butuh teman - teman yang saling menguatkan, mendukung. Dan benar di kelas ini kita benar-benar penulis temukan teman yang saling mendukung, saling berbagi ilmu tentang praktik berbenahnya. Hal penting yang bisa penulis ambil ilmunya dari kelas berbenah ini adalah bahwa dengan merapikan baju memakai ilmu sebenarnya memudahkan kita, menghemat waktu kita. Dan apalagi jika barang kita tidak terlalu banyak jumlahnya.
Selain dari diri sendiri, komunitas yang saling menyemangati, ilmu juga yang paling pentng adalah doa kepada Allah agar diberikan ketatagan atau keikhlasan dalam hati dengan mudah melepaskan titipannya adalah yang paling penting. Makanya salah satu ilmu yang penulis dapat adalah jika berbenah, ta`awudz dulu agar dijauhkan dari syaitan yang membisiki diri kita agar kita mengeman barang tersebut, dan sebisa mungkin dalam satu waktu menyortirnya. Agar tidak ada ruang dalam hati dan pikiran kita untuk bilang "ini saya simpan barangkali saya butuhkan". Padahal ternyata tidak dipakai akhirnya, dan menumpuk. Ohya dalam berbenah ini pun sebaiknya kita harus dapat dukungan keluarga ya, semangat kita harus juga mengalir ke mereka. Dan bahkan kalau bisa mereka ikut membantu kita. Alahamdulillah anak-anak juga ikutan senang membantu. Suami juga mendukung, mengizinkan bajunya juga di sortir. Tapi, saking sadisnya penulis menyortir sampai ada baju kesayangannya yang katut penulis lepaskan. "Ups....si doi bilang wah bunda kurang teliti sih". Aduh maafkan istrimu bapak.
Ohya, satu lagi tentang metode konmari adalah jika kita menyortir barang, maka tanyakan pada diri sendiri. Barang itu membuat bahagia atau tidak. Jika iya maka simpan, jika tidak maka buang atau lepaskan (bahasa buang boleh dibuang beneran atau di sedekahkan). Dan dalam metode ini pula, tidak merekomendasikan adanya gudang. Alhasil penulispun ubrak-abrik gudang kecil dibawah tangga, hasilnya "plong" dan lega. Namun dari itu semua yang paling penulis jadikan penyemangat atau booster agar tetap berbenah sampai kapanpun adalah tentang hisab😩😩😩, kalau ada baju baru yang masuk, maka harus ada yang dikeluarkan. Hiks tantangan penulis yang masih sampai saat ini dan masih susah adalahh seragam kantor, kurang membuat bahagia aslinya tapi wajib simpan untuk kepentingan kerja.
Mohon doanya ya sobat sekalian agar penulis dan keluarga istiqomah. kalau dibanding dengan peserta lain kami masih jauh, bahkan batch sebelumnya ada yang menyisakan bajunya sendiri 7 helai saja. ups mungkin dari sini ada pro dan kontra ya. tapi silakan ambil hikmahnya.
NB: foto lipatan baju
yg belum terlalu rapi itu dikira teman saya jualan batik😅
bagi yang penasaran ikut kelasnya silakan tilik fb teh Rika Subana, dan belakangan kelas berbenah sadis ditambah namanya menjadi kelas berbenah sadis elementary #KBSE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar