Minggu, 13 September 2020

BELAJAR DARI ANAK KECIL

 

    Sobat muslim pernah mengamati anak kecil? Apalagi masih usia balita. Duh kepolosannya, kelucuannya begitu menggemaskan bukan. Etapi…kalau melihat anak kecil jangan dilihat kelucuannya doing yah. Bukankah Allah menghamparkan ilmu seluas bumi dan langit. Termasuk makhluk nya Allah yang namanya anak kecil ini. Jangan mentang-mentang sekarang kita dewasa kita tidak mau belajar dari mereka. Paddahal dari mereka kita akan banyak belajar berbagai macam hal.

Teringat hadits tentang “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah….. keadaan fitrah ini mengingatkan kita bahwa mereka sudah dibekali Allah kecintaan pada penciptanya, sudah dibekali koneksi yang kuat dengan Rabbnya. Beda dengan kita orang dewasa yang sudah terlalu kotor dengan dosa dan memiliki ikatan kuat dengan dunia. Anak kecil itu masih suci apalagi yang masih bayi.

Dalam sebuah riwayat, nabi menjelaskan alasan mengapa beliau paling suka jika bercengkerama dengan anak-anak kecil. Rasulullah saw. sangat mencintai anak-anak. Ada yang mengatakan, berbuat baik kepada anak-anak itu salah satu sunah terbaik dari sang nabi. Saking baiknya nabi kepada anak-anak, diriwayatkan bahwa ketika nabi melakukan perjalanan ke daerah Thaif, Nabi Muhammad saw. tidak bereaksi sama sekali kepada anak-anak yang melemparinya dengan batu.

Mengapa kita harus belajar dari anak-anak?

Di satu sisi, sewajarnya anak-anak belajar mengembangkan dirinya agar bisa berkarya dan berkontribusi dalam masyarakat. Di sisi lain, kita sebagai orangtua, mungkin belum bisa menjadi teladan yang baik bagi mereka. Itulah sebabnya, kelapangan dada untuk belajar dari anak-anak menjadi hal yang berharga buat orang dewasa seperti kita. Setidaknya, terdapat tiga alasan mengapa kita orang dewasa perlu belajar dari anak-anak:

1. Anak-anak bersikap apa adanya

Anak-anak kecil bersikap apa adanya, sedang kita yang dewasa banyaknya apa adanya. Mengapa mereka bersikap apa adanya? Iya karena mereka masih belum terbebani apa-apa, sedangkan kebanyakan orang dewasa, mungkin termasuk saya dan sobat selalu berpikir apa kata orang lain tentang diri kita. Saat sebuah tindakan mungkin dinilai negatif oleh kebanyakan orang, kita akan urung melakukannya. Pada akhirnya, hidup kita lebih banyak ditentukan oleh pendapat orang lain ketimbang keyakinan kita sendiri.  Anak-anak bersikap sebaliknya; dengan hati dan pikiran yang masih polos, anak-anak bersikap apa adanya, serta yakin dengan pilihannya. Mereka tidak takut gagal maupun dianggap buruk oleh orang-orang di sekitarnya.. Bersikap apa adanya adalah alasan pertama mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.

2. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa

Pernah melihat anak kecil yang suka eksplore mainana, atau apapun yang mereka lihat? Iya hampir setiap mereka normalnya begitu. Bahasa jawanya “umek” sedangkan kita, orang dewasa sering menganggap mereka terlalu aktif, sehingga kadang kita malah seneng lihat anak yang anteng-anteng saja. Karena umeknya mereka melihat sesuatu, mengutak atik sesuatu adalah bentuk rasa ingin tahu mereka yang besar. Dan ini adalah investasi dari penciptaNya yang harusnya kita jaga dan kita anggap positif.

Belum lagi  anak-anak punya rasa ingin tahu mereka diungkapkan dengan  mereka bertanya banyak hal – termasuk hal-hal yang sudah dianggap biasa dan “memang begitu adanya” oleh orang dewasa. Pertanyaan anak-anak yang begitu banyak mungkin membuat kerepotan menjawab. Dan mereka biasanya gigih bertanya sampai mendapat jawaban baru berhenti bertanya. Sedangkan kita rasa ingin tahunya kadang sudah rendah, juga malas bertanya. Padahal sebagai manusia, kita tidak boleh kehilangan rasa ingin tahu kita. Rasa ingin tahu adalah alasan kedua mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.

3. Belajar Tertawa Dan Optimis

Anak – anak lahir tanpa mengetahui apa-apa. Tapi mereka pantang menyerah ketika mereka harus melewati fase perkembangan hidup mereka, mulai dari merangkak, berjalan, berlari, bicara. Dan jika mereka menyerah dalam berjuang di fase-fase itu maka mereka tidak akan melewati fase pertumbuhan itu. Dan atas bimbingan sang penciptaNya lah mereka optimis.

Kalau anak kecil seperti orang dewasa yang mudah putus asa, maka tak akan ada orang dewasa yang bisa berjalan di atas kakinya sendiri sekarang. Saat kita kecil, kita belajar berjalan, terhuyung, terjatuh, menangis. Lalu kemudian kita bangkit dan mengulanginya lagi sampai kita bisa dan tertawa lega. Dari sinilah kita harus belajar dari mereka. Belajar optimis dan tertawa dalam menghadapi kehidupan kita.


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar