Senin, 12 Oktober 2020

KALA DARING BERASA GARING

 

Doc.Pribadi (Suasana guru memberikan pembelajaran dengan daring)

Ketika bosan datang mendera, apa yang sobat lakukan? Wuihh…..kalau saya butuh me time banget ini. namun bagaimana kalau mencari me time saja sepertinya sulit?. Hem itulah yang saya alami hari-hari ini. ketika Alah takdirkan konsisi pandemi seperti ini mengharuskan saya sebagai seorang pendidik harus kian kreatif, inovatif dalam pembelajaran. Agar tidak bosan disaya juga anak-anak sebagai peserta didik.

Banyak ilmu yang betebaran bagaimana agar pembelajaran tidak membosankan, lagi-lagi factor kenyamanan, kemudahan dan efektifitas waktu membuat saya harus memilah dan memilih yang sesuai dengan kebutuhan siswa, tidak terlalu muluk namun masuk diranah pikiran mereka. Suatu ketika saya pernah menghabiskan waktu dengan membuat video pembelajaran yang cukup banyak menyita waktu, namun haasilnya tidak terlalu efektif. Ya sudah akhirnya saya berusaha membuat video lebih sederhana namun anak-anak memahami.

Kalau ditanya kepada semua bapak ibu guru, apakah mengajar secara klasikal lebih nyaman dibandingkan mengajar secara daring. Saya yakin mereka akan menjawab iya. Karena belajar secara daring, serasa ada barrier yang membentang antara siswa dan guru sehingga tidak bisa secara fleksibel dalam menjelaskan poko materi dalam pelajaran tersebut. Namun karena kondisi masih seperti ini, ya otomatis harus dijalani.

Apakah rasa bosan pernah menyapa? Tentu saja pernah bahkan sering. Hal-hal teknis kadang yang menjadi alasan utama para guru mudah bosan bahkan stress. Seperti misalnya, sudah membuat video pembelajaran semalaman suntuk bahkan berhari-hari, eh ternyata siswa tidak menontonnya apalagi mengerjakan tugasnya. Sudah janjian dikelas virtual zoom, dikasih link hanya separuh saja yang bisa gabung, atau juga sudah mengirim tugas, eh ada saja siswa yang tidak mengumpulkan tugas atau tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. Kami para guru tentu sudah menanyakan kenapa para siswa tidak bisa meresponnya dengan baik.

Bahkan kami senantiasa terus dan tak bosan menginformasikan kepada siswa, melalui group atau aplikasi pembelajaran yang sudah disepakati. Setelah diteliti, dari sekian siswa kami yang tidak mengumpulkan tugas itu adalah kebingungan. Jarang dari mereka yang karena factor tidak ada paketan internet atau kuota. Karena setelah kami confirm ke orangtua, rata-rata murid kami sudah dibelikan. Bahkan bantuan dari sekolah atau kemendikbudpun mereka juga dapat.

Akhirnya masa menanti respon mereka untuk satu tugas dan satu pelajaran tak hanya  hitungan jam namun bahkan sampai hari dan pekan. Itupun tidak sekedar menunggu, harus menelpon mereka, video call bahkan luring ke rumahnya. Padahal tugas bapak-ibu guru bukan hanya sebagai guru mapel saja, mereka juga mempunyai tugas tambahan sebagai wali kelas yang otomatis juga mempunyai kewajiban memastikan anak-anak dikelasnya aman terkendali dalam mengerjakan tugas mereka untuk semua mapel, mengabsen mereka dan juga memvideo call setiap hari.

Olehkarenanya, kadang kamipun juga merasa daring kadang garing sekali. Kegabutan atau kebosanan kadang sudah sangat maksimal dikala kami menanti siswa satu persatu mengirim tugas mereka, sehingga kadang kami harus menjadwal kembali agar mereka tetap bisa mengirim meskipun terlambat. Tapi kembali kami memahami dan menyadari bahwa, faktor M alias malas anak-anak tadi mungkin karena mereka bingung, harus berusaha memahami materi sendiri, sehingga tidak pahamnya ini sepertinya berpadu dalam sebuah kemalasan yang maksimal. Mereka tidak paham karena mereka tidak mendapatkan ilmu secara utuh melalui pembelajaran daring ini, serasa ada yang hilang mulai dari mimik muka, gesture dari para pendidik dll padahal ini sangat berarti buat mereka. Belum lagi soal pendidikan karakter yang tak bisa didapatkan dengan pembelajaran daring.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar