Doc.Pribadi (Suasana guru memberikan pembelajaran dengan daring)
Ketika bosan datang mendera, apa yang sobat lakukan? Wuihh…..kalau
saya butuh me time banget ini. namun bagaimana kalau mencari me time saja
sepertinya sulit?. Hem itulah yang saya alami hari-hari ini. ketika Alah
takdirkan konsisi pandemi seperti ini mengharuskan saya sebagai seorang
pendidik harus kian kreatif, inovatif dalam pembelajaran. Agar tidak bosan
disaya juga anak-anak sebagai peserta didik.
Banyak ilmu yang betebaran bagaimana agar pembelajaran
tidak membosankan, lagi-lagi factor kenyamanan, kemudahan dan efektifitas waktu
membuat saya harus memilah dan memilih yang sesuai dengan kebutuhan siswa,
tidak terlalu muluk namun masuk diranah pikiran mereka. Suatu ketika saya
pernah menghabiskan waktu dengan membuat video pembelajaran yang cukup banyak
menyita waktu, namun haasilnya tidak terlalu efektif. Ya sudah akhirnya saya
berusaha membuat video lebih sederhana namun anak-anak memahami.
Kalau ditanya kepada semua bapak ibu guru, apakah
mengajar secara klasikal lebih nyaman dibandingkan mengajar secara daring. Saya
yakin mereka akan menjawab iya. Karena belajar secara daring, serasa ada barrier
yang membentang antara siswa dan guru sehingga tidak bisa secara fleksibel
dalam menjelaskan poko materi dalam pelajaran tersebut. Namun karena kondisi
masih seperti ini, ya otomatis harus dijalani.
Apakah rasa bosan pernah menyapa? Tentu saja pernah
bahkan sering. Hal-hal teknis kadang yang menjadi alasan utama para guru mudah
bosan bahkan stress. Seperti misalnya, sudah membuat video pembelajaran
semalaman suntuk bahkan berhari-hari, eh ternyata siswa tidak menontonnya
apalagi mengerjakan tugasnya. Sudah janjian dikelas virtual zoom, dikasih link hanya separuh saja yang bisa gabung,
atau juga sudah mengirim tugas, eh ada saja siswa yang tidak mengumpulkan tugas
atau tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. Kami para guru tentu sudah
menanyakan kenapa para siswa tidak bisa meresponnya dengan baik.
Bahkan kami senantiasa terus dan tak bosan
menginformasikan kepada siswa, melalui group atau aplikasi pembelajaran yang
sudah disepakati. Setelah diteliti, dari sekian siswa kami yang tidak mengumpulkan
tugas itu adalah kebingungan. Jarang dari mereka yang karena factor tidak
ada paketan internet atau kuota. Karena setelah kami confirm ke orangtua,
rata-rata murid kami sudah dibelikan. Bahkan bantuan dari sekolah atau
kemendikbudpun mereka juga dapat.
Akhirnya masa menanti respon mereka untuk satu tugas
dan satu pelajaran tak hanya hitungan
jam namun bahkan sampai hari dan pekan. Itupun tidak sekedar menunggu, harus
menelpon mereka, video call bahkan
luring ke rumahnya. Padahal tugas bapak-ibu guru bukan hanya sebagai guru mapel
saja, mereka juga mempunyai tugas tambahan sebagai wali kelas yang otomatis
juga mempunyai kewajiban memastikan anak-anak dikelasnya aman terkendali dalam
mengerjakan tugas mereka untuk semua mapel, mengabsen mereka dan juga memvideo
call setiap hari.
Olehkarenanya, kadang kamipun juga merasa daring
kadang garing sekali. Kegabutan atau kebosanan kadang sudah sangat maksimal
dikala kami menanti siswa satu persatu mengirim tugas mereka, sehingga kadang
kami harus menjadwal kembali agar mereka tetap bisa mengirim meskipun
terlambat. Tapi kembali kami memahami dan menyadari bahwa, faktor M alias malas
anak-anak tadi mungkin karena mereka bingung, harus berusaha memahami materi
sendiri, sehingga tidak pahamnya ini sepertinya berpadu dalam sebuah kemalasan
yang maksimal. Mereka tidak paham karena mereka tidak mendapatkan ilmu secara
utuh melalui pembelajaran daring ini, serasa ada yang hilang mulai dari mimik muka,
gesture dari para pendidik dll padahal ini sangat berarti buat mereka. Belum lagi
soal pendidikan karakter yang tak bisa didapatkan dengan pembelajaran daring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar