Rabu, 07 Oktober 2020

DI SAMBAR PETIR DISIANG BOLONG

 

                                                            sumber: google

“Pak Roni ini saya dapat surat panggilan sidang saya di gugat cerai sama istri” Suara mas Asep tetanggaku di ujung telepon  Akupun yang sedang membaca buku langsung berhenti sembari kaget, karena selama ini aku melihat mas Asep dan istri hubungannya baik-baik saja. “Ayo mas kerumah saja kita ngobrol.” Pungkasku di ujung telepon.

 

Mas Asep silakan cerita, asal muasalnya bagaimana? “ Tanyaku menelisik penasaran. “Saya juga tidak paham pak Roni, padahal selama ini juga kami serumah, tidak ada apa-apa, biasa saja.” Jawabnya sambil terlihat heran dengan kondisinya. Kalau soal ekonomi, katanya mas Asep juga insya Allah bukan,  karena baik mas Asep maupun istrinya yang sama-sama kerja ini hasilnya juga lebih dari cukup katanya “Kalau begitu begini saja, nanti mas Asep ngomong dari hati ke hati ke istri kira-kira kenapa” tambahku. “Terus gimana untuk sidang besok, saya harus ngomong apa terus bagaimana?” Tanyanya kembali dengan raut muka yang terlihat sangat sedih.  “Kalau begitu besok ga usah datang mas, biasanya ditunda putusannya karena baru sekali dan tidak diputus langsung.” Nasehatku padanya.

 

Keesokan harinya, Mas Asep yang kerja di Surabaya PP ini mengirim pesan ke gawaiku bilang bahwa, dia sudah ngomong dari hati ke hati ke menumpahkan semua yang ada, dan keduanya sama-sama menangis, Tapi di akhir pembicaraan mereka istrinya bilang capek dengan kondisi seperti ini. Begitu isi pesan singkat mas Asep. Semakin menambah penasaran pada mereka berdua, tapi dalam hati yang paling dalam masih berharap hubungan baik kembali terjadi di antara mereka. Dan semoga sidang besok benar-benar di tunda.

 

Kring…kring waktu menunjukkan pukul 15.05 hari dimana sidang perceraian yang pertama diadakan. kembali mas Asep kembali menelponku. “Pak Roni, sidang nya sudah ada putusan, gimana ini?” Nada sedih terdengar dari ujung telpon mas Asep.   Ya Allah….glek aku jadi ikut merasa bersalah memberi advice tidak datang, karena kalaupun datang kawatir ada konfrontasi dengan pihak istrinya. Tapi hematku, tidak mungkin langsung ada putusan. “Baik mas kalau begitu pulang kerja langsung ke rumah ya.” Pintaku. Dan sembari menunggunya ku mencari tahu ke teman-teman pengacara lain kenapa kok bisa langsung ada putusan dan bagaimana solusinya. Selama ini aku yang menangani persidangan, aku tidak pernah menemui seperti ini.

 

Pak saya sudah di depan.” Bunyi pesannya, perasan baru saj mas Asep telpon ternyata sudah sampai di rumah. Sepertinya dia ngebut dari tempatnya kerja. “Pak terus bagaimana langkah selanjutnya. Tanya mas Asep tergesa namun mencoba tegar. “Begini saja mas kalau begitu nanti kita minta tinjau ulang atau inkrah, ada waktu 14 hari. Tapi mas Asep sekarang coba lewat jalur mertua minta maaf mungkin ada salah atau paling tidak minta dukungan” tambahku. “Iya pak Roni, saya ikuti nasehatnya. “Saya seakan-akan di samber petir di siang bolong ini pak Roni, Saya bingung, istri saya bilang saya lebih menyanyangi anak-anak tinimbang ke dia. Kan ya wajar anak-anak masih kecil, otomatis saya masih lebih perhatian ke mereka.” Lanjut ceritanya.  Baiklah pak saya tak pulang,” pamitnya. “Tapi bingung bagaimana nanti saya pulang terus bagaimana?” Nampak bingung di raut wajahnya. “Dah mas Asep, ikhtiar mendekati mertua dulu jangan mikir yang macem-macem ya, dan terus berdoa, semoga Allah tetap menyatukan ikatan pernikahan mas Asep.” Tambah nasehatku.

#ODOP

#OneDayOnePost

#ODOPChallenge5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar