sumber: google
“Pak Roni ini saya dapat surat panggilan sidang saya di
gugat cerai sama istri”
Suara mas Asep tetanggaku di ujung telepon Akupun yang sedang membaca buku langsung berhenti sembari kaget, karena selama ini aku melihat mas Asep dan istri hubungannya
baik-baik saja. “Ayo mas kerumah saja
kita ngobrol.” Pungkasku di ujung telepon.
“Mas Asep silakan cerita, asal muasalnya
bagaimana? “ Tanyaku menelisik penasaran. “Saya juga tidak paham pak Roni, padahal selama ini juga kami serumah,
tidak ada apa-apa, biasa saja.” Jawabnya sambil terlihat heran dengan
kondisinya. Kalau soal ekonomi, katanya mas Asep juga insya Allah bukan, karena baik mas Asep maupun istrinya yang sama-sama
kerja ini hasilnya juga lebih dari cukup katanya “Kalau begitu begini saja, nanti mas Asep ngomong dari hati ke hati ke
istri kira-kira kenapa” tambahku. “Terus
gimana untuk sidang besok, saya harus ngomong apa terus bagaimana?” Tanyanya
kembali dengan raut muka yang terlihat sangat sedih. “Kalau
begitu besok ga usah datang mas, biasanya ditunda putusannya karena baru sekali
dan tidak diputus langsung.” Nasehatku padanya.
Keesokan harinya,
Mas Asep yang kerja di Surabaya PP ini mengirim pesan ke gawaiku bilang bahwa, dia
sudah ngomong dari hati ke hati ke menumpahkan semua yang ada, dan keduanya
sama-sama menangis, Tapi di akhir pembicaraan mereka istrinya bilang capek
dengan kondisi seperti ini. Begitu isi pesan singkat mas Asep. Semakin menambah
penasaran pada mereka berdua, tapi dalam hati yang paling dalam masih berharap
hubungan baik kembali terjadi di antara mereka. Dan semoga sidang besok
benar-benar di tunda.
Kring…kring waktu menunjukkan pukul 15.05 hari dimana sidang
perceraian yang pertama diadakan. kembali mas Asep kembali menelponku. “Pak Roni, sidang nya sudah ada putusan,
gimana ini?” Nada sedih terdengar dari ujung telpon mas Asep. Ya
Allah….glek aku jadi ikut merasa
bersalah memberi advice tidak datang,
karena kalaupun datang kawatir ada konfrontasi
dengan pihak istrinya. Tapi hematku, tidak mungkin langsung ada putusan. “Baik mas kalau begitu pulang kerja
langsung ke rumah ya.” Pintaku. Dan sembari menunggunya ku mencari tahu ke
teman-teman pengacara lain kenapa kok bisa langsung ada putusan dan bagaimana
solusinya. Selama ini aku yang menangani persidangan, aku tidak pernah menemui
seperti ini.
“Pak saya sudah di depan.” Bunyi pesannya,
perasan baru saj mas Asep telpon ternyata sudah sampai di rumah. Sepertinya dia
ngebut dari tempatnya kerja. “Pak terus
bagaimana langkah selanjutnya. Tanya mas Asep tergesa namun mencoba tegar. “Begini saja mas kalau begitu nanti kita
minta tinjau ulang atau inkrah, ada waktu 14 hari. Tapi mas Asep sekarang coba
lewat jalur mertua minta maaf mungkin ada salah atau paling tidak minta
dukungan” tambahku. “Iya pak Roni, saya ikuti nasehatnya. “Saya seakan-akan di samber petir di siang
bolong ini pak Roni, Saya bingung, istri saya bilang saya lebih menyanyangi
anak-anak tinimbang ke dia. Kan ya wajar anak-anak masih kecil, otomatis saya masih
lebih perhatian ke mereka.” Lanjut ceritanya. “Baiklah
pak saya tak pulang,” pamitnya. “Tapi bingung bagaimana nanti saya pulang
terus bagaimana?” Nampak bingung di raut wajahnya. “Dah mas Asep, ikhtiar mendekati mertua dulu jangan mikir yang
macem-macem ya, dan terus berdoa, semoga Allah tetap menyatukan ikatan
pernikahan mas Asep.” Tambah nasehatku.
#ODOP
#OneDayOnePost
#ODOPChallenge5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar