Kamis, 24 September 2020

KISAH 10 MENIT YANG MENENTUKAN HIDUPKU

 



Aku ditakdirkan menjadi ragil dari 3 bersaudara. Mas, mbak dan aku. Dilahirkan disebuah desa di kota kecil dimana banyak peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit ditemukan yaitu Mojokerto. Alhamdulillah Allah takdirkan aku hidup dikeluarga sederhana ini. Kami tidak lebih namun ketika butuh Alhamdulillah Allah cukupkan.

Sepenggal hidup yang tak terlupakan adalah kala Allah takdirkan aku diterima di sekolah terbaik dikota ini, dan menjadi titik tolak aku berhijrah. Proses hijrahku berjalan tentu tidak  mulus begitu saja, tantangan justru dari keluargaku, terutama soal berpakaian. Dahulu masih belum terlalu booming komunitas hijaber dengan segala pernak-pernik hijabnya seperti sekarang ini. kalau ada yang berjilbab lebar, masihlah cukup asing di sekolah maupun dilingkungan rumahku. Namun proses waktu Alhamdulillah, mereka malah berbalik mendukungku berpakaian menutup aurat sempurna.

Semangat hijrah ini semakin membara ketika aku sudah memasuki dunia kampus, meskipun aku tidak diterima diPTN Pilihan 1,2 namun aku masih bisa menikmati tholabul ilmi di PTN pilihan ke 3 ku yaitu sebuah kampus negeri yang mencetakku menjadi seorang guru. Dan saat itu pilihanku jatuh ke jurusan Bahasa Inggris. Meskipun bukan jurusan yang diinginkan keluargaku, tapi aku sudah bersyukur diterima di PTN. Dan oleh karenanya  keluargaku masih menyarankan ikut seleksi masuk PTN lagi tahun depan, yang sesuai dengan keinginan mereka.

Sebenarnya aku sudah berpikir, apa yang Allah takdirkan aku dikampus ini tidak luput dari takdir yang akan mengikutinya. Kalaupun aku ikut seleksi lagi tahun depan dan aku ketrima di PTN baru, pasti Allah juga punya rencana dan takdir lain yang mengikuti. Ya sudahlah, tidak mengapa. Dan mumpung aku disini,  diberi Allah kesempatan belajar di kampus ini maka harus kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Aktivitasku tidak hanya belajar namun disini yaitu jurusan Bahasa inggris di fakultas Bahasa aku menambah ilmu dengan ikut organisasi, seperti SKI dan BEM.

Meskipun sejak sekolah dulu sudah belajar organisasi, namun di kampus ini aku merasa baru belajar organisasi. Ada banyak hal yang belum ku ketahui. Saat itu organisasi keislaman menjadi salah satu pilihanku agar aku banyak belajar keislaman lebih jauh lagi, dan tak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tapi juga orang lain. Disini aku mulai belajar dari menjadi seorang mentee (adik yunior di di organisasi) hingga jadi mentor (senior yang biasanya menjadi penanggung jawab mentee) dan sebagainya. Bahkan lulus dari kampus ini pun aku masih belajar ikut pengajian bersama teman-teman ini.

Ketika aku menjadi seorang mentor sudah barang tentu aku menjadi sosok mbak yang harus bisa mengayomi adik-adik menteeku, meskipun belum bisa jadi contoh yang baik buat mereka. Suatu ketika  aku harus menyampaikan materi mentoring bagaimana cara menjaga diri dan keluarga adalah dengan menikah. Namun saat itu akupun sendiri belum menikah. 

Meskipun belum menikah,  aku sudah berusaha menitip biodata adik - adikku ke ustadz kami yang biasa mengisi pengajian dimasjid kampus atau di jurusan. Sebut saja ustadz A.  Alhamdulillah, beberapa  dari mereka berjodoh.  Saat itu mereka rata-rata sudah lulus atau baru lulus. Hingga kisah menarik saat taaruf sering terjadi ketika aku mendampingi. Karena mereka adik menteeku maka otomatis akupun harus mendampingi proses mereka meskipun usiaku tak terpaut jauh dengan mereka. Namun Alhamdulillah, tidak sendiri ditemani oleh ustadz dan istrinya.

Nah hampir di setiap berangkat taaruf, seperti biasa aku membonceng adik menteeku ini ke rumah seorang ustadz A.  Nah di awal pembukaan taaruf setelah tilawah dsb biasanya ustadz mengenalkan aku juga, dan beliau seringnya guyon “hati-hati awas keliru, mbak nya juga belum menikah”. Gerr…otomatis ketawa kami memecahkan kebekuan suasana taaruf. Dalam proses ini, adik-adik menteeku rata-rata tidak mau bicara, sepertinya karena nerveos. Alhasil kadang aku harus mewakilinya, bahkan kejadian geser-menggeser tempat duduk mereka karena tidak mau pindah posisi pas nadhor pun sering terjadi.

Apa dikira aku tidak nervous meskipun mewakili? iya tapi sedikit, mungkin karena aku belum pada posisi mereka. Hingga suatu ketika di ajang taaruf dimana kami posisi dengan hijab atau pembatas cukup tinggi dan sama sekali tidak bisa melihat satu sama lain, hingga nadzor disepakati dengan cara kami yang akhwat (putri) harus pulang duluan, dengan di atur jalannya. Bahwa yang taaruf adalah yang jalan nomer 2, yang nomer 1 itu yang antar. Lagi-lagi ustadz bilang awas keliru. Duh sedihnya!

Berkali-kali mendampingi taaruf menjadikanku banyak belajar, bahkan menjadi “dewasa” (red.tua) sebelum waktunya. Karena yang biasa mentaarufkan pastinya sudah menikah atau sudah berumur. Sedang aku baru juga lulus kuliah 3 tahun sudah dianggap sesepuh alias (sepuh kali ya) waktu itu. Alhamdulillahnya didampingi keluarga ustadz dan ustdzah didaerah tak jauh dari kampusku. Dan karena seringnya rumah beliau dijadikan tempat taaruf maka mendapat julukan  ”rumah taaruf”

Pengalaman mendampingi taaruf sebelum menikah tak menjadikan aku bisa menguasai diri saat taarufku sendiri. Pertama kali ku terima biodata laki-laki ini, tak langsung membuatku berani langsung membuka datanya. Kebetulan pisan biodatanya berbentuk soft file. Ustadzahku hanya bilang ini laki-laki dari kampus sebrang, dan tentang agama yang dicari ga usah ditanyakan. Padat dan singkat, kata ustadzahku.  Dan belakangan setelah melihat biodatanya, baru ku ingat laki-laki yang mau taaruf ini tidak kukenal sebelumnya aku hanya tahu ia ketua LDK dikampusnya. dan kampusku pernah mengundangnya di acara upgrading anggota organisasi.  Saat itu kebetulan aku sie acaranya, dan aku yang menghubungi itupun lewat sms. Dan hanya itu saja tanpa bla-bla. Saat acara berlangsungpun entah karena kesibukanku sebagai sie acara aku harus meninggalkan forum dan tak melihatnya ataupun bagaimana cara mengisinya. Dan setelah itu tak ada komunikasi lagi.

Setelah membaca biodatanya yang berlembar-lembar kemudian aku mohon petunjuk sama Allah agar diberi jawaban lanjut atau tidaknya. Akhirnya setelah mantap akupun bilang lanjut ke ustadzah. Dan hari taarufpun ditetapkan. Sebelum berangkat taaruf pun aku mencoba menulis apa saja yang bakal aku tanyakan ke laki-laki ini. Tentu saja kali ini aku berangkat sendiri, eh ternyata rasa nervous itu sudah kualami semenjak aku mau berangkat. Lho, berarti adik-adk menteeku dulu juga kayak begitu. Sampai sepanjang jalan kadang mereka bilang “mi aku nanti ngomong apa?” tenang jawabku. Eh ternyata aku sendiri tidak tenang.

Tibalah saat taaruf, setelah dibuka tilawah dan prolog dari ustadz, akhirnya diberikan kepada laki-laki dulu untuk bertanya barangkali ada yang belum jelas dari biodata. Dan laki-laki yang kini menjadi suamiku ini bilang. “Bismillah, selama beberapa pekan ini saya sudah mencari informasi tambahan tentang mb ….dan Alhamdulillah sudah cukup ustadz”. katanya.

Aku pun terkaget dan ketika waktu bicara diberikan kepadaku, notes yang ku pegang dengan tangan sedikit gemetar yang isinya pertanyaan yang mau kutanyakan tadi tidak jadi pula kutanyakan. Pikirku lah dia saja ga tanya, masak deretan pertanyaan ini mau ku tanyakan. Aku terdiam beberapa menit, selain masih gemetar akupun merasa bingung. Dan ustadzah yang menyadari aku ternyata duduk mojok dibalik rak buku ini sedikit menarikku agar geser sedikit biar lebih terlihat. Namun aku menolaknya dengan sopan. Dan akupun menyampaikan tidak ada yang kutanyakan. Sang ustadz bingung juga kaget, lah ini jauh-jauh kesini kok malah ga ada yang ditanyakan. “Masak taaruf ini ga ada 10 menit.” Potong ustadz.

Setelah proses taaruf itupun akhirnya selang waktu 3 bulan kami menikah. Darinya aku banyak belajar, termasuk menumbuhkan passion menulis ini. Terutama saat mendengar kisah beliau menjelajah Indonesia ini semakin memantapkan diri ingin menulis kisahnya, karena kisahku dibanding pengalaman hidupnya tidak ada apa-apanya. 

      Dibalik cita-cita besar ikatan suci ini adalah, kami bisa menjadi bagian penyokong peradapan menuju perbaikan umat. Bersatunya kami karena suatu kebaikan, maka kamipun tak ingin jauh dari kebaikan itu sendiri. Dan kembali tekad kami kencangkan, tak ada yang bisa kami banggakan di yaumil akhir nanti jika kami hidup nafsi-nafsi untuk kesenangan kami pribadi. Maka bermanfaat untuk orang lain dan umat menjadi tujuan utama kami, demi menggapai ridho ilahi. wallohualam.

 

NB: Mohon maaf jika autobiography ini jika ada kesan berlebih atau kurang di hati sobat sekalian.  Semoga Allah jauhkan dari kesombongan, dan berlebihan. Insya Allah ini Cerita nyata.

#ODOP

#One Day One Post

#ODOPCHALLENGE3

38 komentar:

  1. Masya Allah.. terima kasih sudah berbagi cerita Kak :)

    BalasHapus
  2. alhamdulillah ya kak, kadang proses menemukan sepasang kekasih dengan proses taaruf tuh begitu ada rasa gak yakin apakah nanti bisa berjalan lancar

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, menikmati setiap proses perjalanan nya.

      Hapus
  3. Kisah yang indah kak. Barakallah udah nemu pasangan yg klik.

    BalasHapus
  4. Barakallah Mba, semoga senantisa menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Aamiin

    BalasHapus
  5. Barakallah kak smg dari rumah kakak lahir calon pemimpin ummat yg shalih aamiin

    BalasHapus
  6. Wah..
    Semoga langgeng terus, Kak..

    BalasHapus
  7. Penuh pesan-pesan keislaman, mantep kak

    BalasHapus
  8. Masyaallah, ternyata proses taaruf seindah itu ya. Btw ada beberapa typo mbak. Tapi isi artikel ini bagus

    BalasHapus
  9. Barokallah yaa KA sampai jannah

    BalasHapus
  10. Ya alloh indahnya ceritanya ... semoga bsia menjadi kenangan ya kak dan sukses sellau dalam meraih apa yang dicitakan ya

    BalasHapus
  11. semoga selalu menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah ya mbak, sehidup sesurga juga...

    BalasHapus
  12. Mantap, akhirnya tahu gimana prosesi taaruf

    BalasHapus
  13. Waah..taarufnya menginspirasi sekali mba

    BalasHapus
  14. Kisah taaruf, keren kakak... semoga bisa seberuntung kakak kisahnya, bertemu dia yang Allah pilih menjadi teman... 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiin, semoga lebih baik daripada kisah saya.

      Hapus
  15. Ya Allah ceritanya sangat menggetarkan hati. Ingat sama proses hijrah diri sendiri. Semoga mba lenggeng ya, dan bersatu kembali di jannah nya Allah. Rasanya kok pengen jadi adik mentee nya juga wkwk

    BalasHapus