Setiap bertemu
tanggal 22 Oktober, hati ini ingin mengenang masa-masa pertama berhijrah. Iya meskipun
tak pernah menjadi santri sebuah pesantren besar dalam waktu yang lama secara
resmi, tapi ikut merasakan nikmatnya menjadi santri kilat ataupun santri secara
informal.
Pernah suatu
ketika ibu ditanya tetangga, dan ini bukan pertanyaan yang pertama kali. “mbak
mondok dimana budhe!” begitu kira-kira pertanyaan tetangga saya ketika
mengetahui saya ketika pulang ke rumah memakai baju muslimah yang lebih rapi
dengan jilbab yang lebih panjang dari biasanya. Atau pertanyaan lain, wah mbak
sekolah sambil mondok ya?! Dengan santai ibu menjawab, mondok di asrama /
kontrakan kampus.
Benar yang
dijawab oleh ibu saya, saya tidak pernah mondok secara resmi di sebuah
pesantren besar, padahal cita-cita saya sejak SD saya ingin mondok di GONTOR
namun apa daya belum kesampaian. Namun keinginan belajar islam tidak pupus meskipun tidak mondok di pondok besar. Saya tetap
bisa belajar islam dilingkungan kampus termasuk d asrama dimana saya tinggal
saat kuliah dulu.
Semangat belajar
islam mulai tumbuh ketika saya SMA, mengikuti kajian di estrakurikuler adalah
kegiatan mingguan saya disela-sela belajar akademis. Dari situlah saya baru
memahami pentingnya memahami islam lebih dalam. Akhirnya sayapun mantap
berhijrah di saat SMA kelas 2. Salah satu ciri khas saya berhijrah selain dari
semangat belajar islam tinggi adalah semakin rapinya baju mulsimah yang saya
kenakan. Bahkan seragam sekolahpun sengaja “didedel” (dilonggarin) agar lebih
longgar ditambah jilbab yang semakin lebar. Hingga tetangga mengira saya
sekolah di Madrasah Aliyah, padahal sekolahnya di SMA Negeri. Tapi dari situlah
anugerah terindah saya bisa berhijrah.
Tentu saja tidak
sampai disini, semangat membara belajar islam terbawa hingga saya kuliah
disebuah perguruan tinggi negeri di kota pahlawan. Dari sinilah semakin luas washilah untuk menambah wawasan keislaman
saya. Selain gemblengan di asrama
dimana saya tinggal, juga ada pondok tak jauh dari kampus dimana saya bisa bisa
belajar bahasa arab, tahsin tilawah
dan hafalan. Selain itu juga sering mengikuti pesantren kilat dalam bentuk daurah dsb.
Masya allah
kalau mengingat masa itu rasanya ingin terus nyantri. Meskipun sampai sekarang
masih bersemangat “nyantri” virtual namun rasa-rasanya semangat awal hijrah
berbeda dengan semangat sekarang. Tapi memang berkumpul dengan orang sholeh itu
wajib kita cari dimanapun kita berada dan di usia berapapun kita. karena
merekalah yang akan mengingatkan kita manakala kita sudah lepas dari jalur
kebenaran. Yuk nyantri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar